Reporter: Noverius Laoli | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Bukan kali ini saja negara tetangga, Australia, menyadap pembicaraan para pejabat elit di Indonesia. Beberapa waktu yang lalu, juga tersiar kabar, pihak intelijen Negara Kanguru tersebut bekerjasama dengan intelijen Amerika Serikat menyadap pembicaraan para pejabat penting di Negeri ini.
Karena itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merespon serius kabar penyadapan terhadap dirinya dengan memerintahkan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Badan Intelijen Negara (BIN) menelusuri penyadapan yang dilakukan pihak intelijen Australia terhadap telepon genggam SBY dan Ibu Negara serta sejumlah pejabat elit papan atas negeri ini pada tahun 2009 lalu.
Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan, penyadapan yang dilakukan Australia terhadap telepon genggam Presiden dan Ibu Negara serta sejumlah pejabat dekat Istana dipandang serius. Karena itu, SBY telah memerintahkan Kemenlu dan BIN untuk melakukan penelusuran dan klarifikasi atas kebenaran pemberitaan penyadapan tersebut lewat jaringan masing-masing.
"Presiden menginstruksikan jajaran terkait, khususnya Menteri Luar Negeri, dan Kepala BIN untuk melakukan penelusuran dan meminta klarifikasi terhadap pihak yang dimaksud (Australia)," ujar Julian lewat pesan singkat, Senin (18/11).
Menurut Julian, penyadapan yang dilakukan pihak intelijen Australia terhadap Indonesia bukan yang pertama kali diberitakan. Karena itu, SBY tetap menjalankan prosedur awal yakni meminta Kemenlu dan BIN menelusuri dan meminta klarifikasi terkait kebenaran kabar tersebut. Saat ini, kedua lembaga tengah menjalankan instruksi SBY tersebut.
"Saat ini, mereka, sedang bekerja dan merumuskan langkah lebih lanjut, sesuai dengan perkembangan di lapangan. Untuk lebih lanjut, bisa dijelaskan Kemenlu dan BIN," terang Julian.
Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah menilai, berita baru penyadapan yang dilakukan terhadap SBY dan Ibu Ani pada tahun 2009 itu berpotensi mengganggu hubungan diplomatik kedua negara. Ia meminta agar pemerintah Australia segera mengklarifikasi penyadapan terhadap terhadap pemerintah Indonesia.
"Pemerintah Australia perlu klarifikasikan hal ini ke pemerintah Indonesia. Ini penting untuk menjernihkan suasana. Sebab, ada berita itu saja, sudah berpotensi mengganggu hubungan," tutur Faizashya, Senin (18/11).
Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah mengatakan, berita baru penyadapan yang dilakukan terhadap SBY dan Ibu Ani pada tahun 2009 itu berpotensi mengganggu hubungan diplomatik kedua negara bertetangga ini. Karena itu, pemerintah Australia diminta segera mengklarifikasi penyadapan terhadap terhadap pemerintah Indonesia.
"Pemerintah Australia perlu klarifikasikan hal ini ke pemerintah Indonesia. Ini penting untuk menjernihkan suasana. Sebab, ada berita itu saja, sudah berpotensi mengganggu hubungan," tutur Faizashya.
Seperti diketahui, informasi soal penyadapan terhadap Indonesia dilansir oleh AFP, Senin (18/11). informasi tersebut didasarkan pada dokumen rahasia yang dibocorkan oleh intel Amerika Serikat, Edward Snowden. Dokumen rahasia tersebut berhasil didapatkan oleh media setempat, Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan media Inggris, The Guardian.
Dokumen tersebut menyebutkan bahwa SBY dan sembilan orang yang masuk dalam lingkaran dalamnya menjadi target penyadapan Australia. Dokumen itu dengan jelas menyebutkan bahwa badan intelijen elektronik Australia, atau yang juga disebut Direktorat Sandi Pertahanan telah menyadap aktivitas telepon genggam Presiden SBY selama 15 hari pada Agustus 2009 lalu. Saat itu, Australia masih dipimpin oleh Perdana Menteri Kevin Rudd.
Daftar target penyadapan Australia itu menyebut nama-nama pejabat tinggi ternama Indonesia. Mulai dari Wakil Presiden Boediono, kemudian mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Menko Polhukam dan juga Mensesneg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News