Reporter: Yudho Winarto | Editor: Edy Can
YOGYAKARTA. Satuan Tugas Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (Satgas REDD +) menerima berbagai laporan dugaan pelanggaran hukum di sektor perkebunan dan perkebunan. Ketua Satgas REDD + Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, berbagai kasus itu mulai dari pelanggaran administratif hingga pelanggaran yang hukum yang cukup serius.
Ada 12 kasus yang menjadi prioritas Satgas REDD+. "Kami menindaklanjuti dengan berkoordinasi dengan berbagai instansi penegak hukum secara terus menerus," katanya, Senin (22/10).
Sebagian kasus masih dalam tahap penyelidikan, penyidikan dan sebagian lainnya telah dilimpahkan ke Kejaksaan. Rincianya tiga kasus di sektor perkebunan dan tiga di kasus pertambangan.
Dari ke-9 kasus di sektor perkebunan, diidentifikasi terdapat tiga modus utama kejahatan. Pertama, melakukan kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin pelepasan kawasan hutan dan tanpa dilengkapi Izin Usaha Perkebunan (IUP). Kedua, melakukan penanaman tanpa mengantongi IUP di atas wilayah Peta Indikatif Penundaan Izin Baru (PIPIB).
Ketiga, persiapan lahan dengan cara membakar. Dalam kasus pembakaran lahan, selain menerapkan hukum pidana, pemerintah juga akan menggugat para pelanggar hukum secara perdata untuk mengembalikan kerugian ekosistem yang diakibatkan oleh mereka.
Sedangkan, untuk tiga kasus di sektor pertambangan, yang sedang dalam proses penyelidikan, modus yang teridentifikasi adalah kegiatan yang dilakukan tanpa izin pinjam pakai kawasan hutan, kegiatan penambangan di luar konsesi, serta penampungan hasil penambangan ilegal.
Selain koordinasi antar berbagai instansi dan jajaran penegak hukum, Satgas REDD+ juga mendorong pendekatan rezim hukum untuk memaksimalkan efek jera. Diantaranya penggunaan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Perpajakan dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News