Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus positif virus corona (Covid-19) terus bertambah. Bahkan, sudah ada 117 kasus positif Covid-19 di Indonesia hingga Minggu (15/3).
Meski terus bertambah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai pemerintah tak perlu terburu-buru melakukan lockdown atau mengunci akses masuk dan keluar dari sebuah daerah, khususnya DKI Jakarta.
Bhima berpendapat, bila DKI Jakarta di-lockdown, maka hal ini bisa menimbulkan dampak buruk pada ekonomi. Ini dikarenakan arus barang yang terganggu. Sementara, sebagian besar bahan pangan Jakarta berasal dari luar daerah.
Baca Juga: Akibat corona, output ekspor alas kaki akan turun 20% di Februari-Maret 2020
"Jakarta menyumbang 20% total inflasi nasional, kalau barang susah masuk, terjadi kelangkaan pastinya inflasi nasional akan tembus di atas 4%-6%. Yang rugi adalah masyarakat sendiri," ujar Bhima kepada Kontan, Minggu (15/3).
Dia juga berpendapat, bila lockdown dilakukan di Jakarta, risiko yang ditimbulkan terlalu besar. Apalagi, 70% uang berputar di Jakarta. Menurutnya, ini akan memicu kepanikan di pasar keuangan. Indonesia juga bisa krisis bila kepanikan terjadi dan asing yang memutuskan keluar dari pasar obligasi. Pasalnya, 38% surat utang dipegang oleh asing.
Baca Juga: Cara sejumlah emiten migas dan tambang cegah penyebaran corona di lingkungan kerja
Bhima juga membandingkan lockdown yang dilakukan oleh China, Menurut dia, lockdown yang dilakukan di China hanya di Provinsi Hubei, diana itu merupakan episentrum wabah Covid-19. Sementara, Shanghai dan Beijing tidak di-lockdown. Menurut dia, Indonesia akan berbahaya bila mengikuti China, apalagi mengingat ekonomi Indoensia yang tidak sekuat China.