Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terbitkan aturan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan BPJS Kesehatan No 2 tahun 2016 tentang tata cara pembayaran iuran jaminan kesehatan dan pembayaran denda akibat keterlambatan pembayaran iuran jaminan kesehatan yang mulai efektif pada 1 Juli 2016. "Sosialisasi sudah dilakukan sejak Maret, sedangkan turunannya hanya teknis pelaksanaannya," kata Kepala Departemen Komunikasi dan Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi, Rabu (29/6).
Adapun beberapa poin dalam ketentuan teknis tersebut antara lain, denda dibayarkan sebelum peserta mendapatkan surat eligibilitas peserta rawat inap di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dan diperhitungkan kembali kelebihan atau kekurangannya setelah FKRTL menyampaikan diagnosa akhir peserta.
Bagi peserta yang tidak mampu, dokumen rujukan rawat inap dari FKTP dilengkapi dengan surat keterangan dari instansi yang berwewenang. Peserta atau pemberi kerja tidak melakukan pembayaran denda selambat-lambatnya 3x24 jam hari kerja atau sebelum peserta pulang apabila dirawat kurang dari tiga hari maka pelayanan rawat inap peserta tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan.
Pembayaran denda bagi peserta pekerja penerima upah dibayarkan sekaligus. Sementara, bagi peserta pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja dibayarkan secara sekaligus atau secara bertahap sejumlah tiga kali pembayaran.
Denda dikecualikan untuk peserta yang tidak mampu yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi berwenang. Peserta tidak mampu yang dimaksud merupakan peserta yang terdaftar dengan hak perawatan kelas III.
Dalam hal keterlambatan keterlambatan pembayaran iuran Jaminan Kesehatan lebih dari satu bulan penjaminan peserta diberhentikan sementara. Status kepesertaan aktif kembali apabila peserta membayar iuran bulan tertunggak paling banyak untuk waktu 12 bulan dan membayar iuran pada bulan saat peserta ingin mengakhiri pemberhentian sementara jaminan.
Kemudian, dalam 45 hari sejak status kepesertaan aktif kembali, peserta wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap yang diperolehnya. Denda tersebut adalah 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan untuk setiap bulan tertunggak.
Adapun jumlah bulan tertunggak maksimal 12 bulan, dan nilai denda paling tinggi adalah Rp 30 juta. Ketentuan pembayaran iuran dikecualikan untuk peserta yang tidak mampu. Ini dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang.
Pada aturan sebelumnya yakni Perpres 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan menyatakan bahwa bagi peserta yang telat membayar iuran BPJS Kesehatan akan dikenakan denda maksimal 2% per bulan dari total tunggakan iuran yang tertanggung atau Belum dibayar. Jika menunggak hingga 3 bulan maka status akan di nonaktifkan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai pihak BPJS Kesehatan tidak serius dalam penetapan payung hukum tersebut. Pasalnya, hingga diakhir-akhir pemberlakuan penerapan denda minim sosialisasi yang diberikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News