Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Para kreditur PT Megalestari Unggul menolak permohonan perpanjangan masa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) selama 180 hari dalam rapat kreditur, Jumat (17/2). Sebab, Megalestari dianggap tidak memiliki itikad baik dalam membayar utang-utangnya.
Leonard Arpan Aritonang, kuasa hukum PT Senja Imaji, salah satu kreditur Megalestari, mengatakan, pihaknya menolak perpanjangan tersebut lantaran Megalestari tidak membuat proposal perdamaian sejak ditetapkan dalam status PKPU pada 9 Januari 2017. Hal itu dianggap sebagai itikad tidak baik. Padahal Megalestari memiliki utang yang cukup besar kepada Senja Imaji, yakni Rp 376,84 miliar.
Selain Senja Imaji, kreditur lain yang hadir dalam rapat yakni Jeffri Pane dan Satrio Wibowo juga menolak perpanjangan masa PKPU. Kedua kreditur tersebut masing-masing memiliki tagihan Rp 20,93 miliar kepada Megalestari.
Aristo Pangaribuan kuasa hukum Megalestari mengatakan, pihaknya belum membuat proposal perdamaian lantaran belum adanya pembicaraan dengan debitur lain, yakni Paulus Tannos, Lina Rawung, Pauline Tannos, dan Catherine Tannos. Mereka adalah penjaminan pribadi dari utang PT Senja Imaji Prisma (pemohon PKPU). Padahal kami telah mencoba mengoordinasikan masalah ini dalam sebuah pertemuan, namun mereka tidak pernah hadir, katanya.
Salah satu pengurus PKPU Megalestari, Heince T. Simanjuntak mengatakan, dengan tidak disetujuinya perpanjangan PKPU, Megalestari dinyatakan pailit. "Hasilnya ini (voting) akan kami sampaikan ke hakim pengawas untuk dilaporkan ke majelis hakim," ujarnya usai rapat. Adapun untuk sidang akan dilaksanakan pada 22 Februari 2017 nanti.
Dalam rapat kreditur tersebut, tim pengurus menolak utang yang diajukan oleh PT Sandipala Arthaputra. Pasalnya, Sandipala tengah bermasalah dan masih diperkarakan di beberapa pengadilan negeri. Bahkan ada juga yang masih di tingkat kasasi. "Makanya kami tolak, apalagi berdasarkan catatan Megalestari, utang Sandipala itu tidak ada," ujar pengurus PKPU lainnya, Hardiansyah.
Aristo menuturkan, masalah utang piutang ini berawal dari kongsi antara Megalestari dan Sandipala yang merupakan pemenang pengadaan chip proyek KTP elektronik (e-KTP) untuk tahun 2011-2012. Sandipala merupakan merupakan anggota konsorsium PNRI untuk proyek tersebut.
Demi menjalankan proyek nasional itu, Megalestari meminjam dana dari Bank Arta Graha sebesar Rp 376,84 miliar. Namun dalam perjalanannya, Bank Arta Graha mengalihkan utang itu (cessie) ke pada Senja Imaji. "Dalam perjalanannya, antara Megalestari dan Sandipala juga pecah kongsi dan meninggalkan kewajiban (utang) yang besar," kata Aristo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News