kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Saatnya Indonesia Move On dari Ekonomi Ekstraktif dan Beralih ke Ekonomi Hijau


Selasa, 19 Desember 2023 / 15:54 WIB
Saatnya Indonesia Move On dari Ekonomi Ekstraktif dan Beralih ke Ekonomi Hijau
ILUSTRASI. Perekonomian Indonesia hingga saat ini masih sangat bergantung pada konsumsi domestik dan sektor ekstraktif, aktivitas yang bila dilakukan secara masif bisa merusak lingkungan.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Perekonomian Indonesia hingga saat ini masih sangat bergantung pada konsumsi domestik dan sektor ekstraktif, aktivitas yang bila dilakukan secara masif bisa merusak lingkungan.

Sebagai informasi, ekonomi ekstraktif merupakan jenis pembangunan ekonomi dengan jalan mengeruk sumber daya alam, seperti tambang, lahan, kayu, laut.

Direktur Celios Bhima Yudhistira menyampaikan, sejak jaman sebelum merdeka, Indonesia masih beragantung pada sektor ekstratif. Saat ini kata Bhima, ekonomi ekstraktif Indonesia masih mengarah pada sektor mineral, nikel, bauksit.

“Begitu terjadi booming harga komoditas pada waktu pandemi, yang kaya semakin kaya dari sektor pertambangan, dari sektor mineral kritis, nikel, hilirsasi dan lainnya, tapi sebetulnya kita hanya berputarputar pada sektor yang sifatnya sektor ekstratif,” tutur Bhima dalam agenda ‘Nasib Transisi Ekonomi Hijau di Tahun Politik’, Selasa (19/12).

Baca Juga: Transisi Ekonomi Hijau Diproyeksi Untungkan Ekonomi Nasional Hingga Rp 4.376 Triliun

Bhima menyampaikan, sudah saatnya Indonesia beralih ke transisi ekonomi hijau. Sebab, jika hanya bertumpu pada ekonomi ekstraktif dampak terhadap volatilitas pertumbuhan ekonominya sangat minim.

Disamping itu, Ia menyampaikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi saja tidak cukup, jika kualitas perekonomian masih didominasi oleh sektor pertmbangan, minyak dan gas yang sifatnya masih ekstraktif. Belum lagi, SDM yang saat ini masih menjadi andalan bisa habis dalam beberapa tahun kedepan.

Bhima menambahkan, agar transisi ke ekonomi hijau dapat berjalan dengan baik, perlu ada pendanaan dari pemerintah maupun swasta yang mampu mendorong pelaku usaha untuk beralih ke sektor industri berkelanjutan.

Menurutnya, Pemerintah bisa mengalihkan insentif fiskal di sektor bahan bakar fosil dan tambang ke sektor industri berkelanjutan, menerapkan pajak produksi batubara dan pajak windfall profit, serta mengelola dana abadi yang berasal dari pendapatan SDA.

“Pemerintah juga harus segera menerapkan pajak karbon untuk mengurangi emisi yang ditimbulkan dari aktivitas ekonomi ekstraktif dan bahan bakar fosil,” ungkapnya.

Bhima melanjutkan, pihak swasta pun dapat berperan dalam pendanaan ekonomi hijau. Pelaku jasa perbankan dapat mengalihkan porsi kredit perbankan di sektor pertambangan, penggalian dan migas ke sektor industri berkelanjutan. 

Sementara itu, perusahaan di pasar modal pun dapat mengoptimalkan dana publik di pasar modal untuk mendorong pembiayaan ekonomi hijau melalui penawaran saham perdana (initial public offering/IPO).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×