kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.134   66,00   0,41%
  • IDX 7.090   106,44   1,52%
  • KOMPAS100 1.059   18,57   1,79%
  • LQ45 832   15,44   1,89%
  • ISSI 215   2,37   1,12%
  • IDX30 424   8,09   1,94%
  • IDXHIDIV20 511   9,36   1,87%
  • IDX80 121   2,07   1,75%
  • IDXV30 125   0,81   0,65%
  • IDXQ30 142   2,54   1,83%

RUU P2SK Dinilai Perlu Dirancang dengan Hati-hati


Kamis, 17 November 2022 / 14:00 WIB
RUU P2SK Dinilai Perlu Dirancang dengan Hati-hati
ILUSTRASI. Suasana dome Gedung Nusantara DPR atau Gedung Kura-Kura di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/5/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat ini, Kementerian Keuangan tengah menggodok Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) yang diinisiasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Walaupun dianggap cukup baik karena dapat menggabungkan beberapa undang-undang maupun peraturan lainnya (Omnibus Law) di sektor keuangan, RUU ini nyatanya juga masih memiliki isu yang perlu diperhatikan lebih lanjut. Salah satunya mengenai ketentuan konglomerasi perusahaan keuangan melalui Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Pembentukan PIKK dinilai bisa menimbulkan tumpang tindih pengawasan antara regulator, mengingat dalam satu konglomerasi dimungkinkan adanya lembaga jasa keuangan yang diawasi oleh OJK dan lembaga jasa pembayaran yang diawasi oleh Bank Indonesia. 

Kewajiban baru ini mungkin dapat dilakukan oleh lembaga keuangan yang sudah mapan. Namun dampaknya akan berbeda pada perusahaan keuangan rintisan yang saat ini bergerak di jasa keuangan, khususnya mereka yang memiliki segmentasi UMKM. 

Baca Juga: Ada Usulan di RUU P2SK Soal Ganti Rugi bagi Korban Kejahatan Keuangan, Ini Kata DPR

Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengungkapkan, harus ada yang menguji isu konglomerasi tersebut karena pasalnya akan terjadi perubahan struktur organisasi dan ini akan menjadi problem baru.

"Harus ada definisi, evaluasi terhadap induk Konglomerasi Keuangan tersebut, apakah perusahaan keuangan rintisan yang saat ini bergerak di jasa keuangan yang membantu UMKM masuk atau tidak? Lalu siapa yang diawasi di bawah OJK, dan jangan kebijakan ini jadi tumpang tindih," jelas Tauhid dalam keterangannya, Kamis (17/11).

Dengan demikian, untuk mengurangi risiko kompleksitas pengawasan dan biaya kepatuhan yang tinggi, pengawasan konglomerasi lembaga jasa keuangan berada di OJK dan pengawasan lembaga jasa pembayaran berada di Bank Indonesia. 

Sementara itu, koordinasi dan pertukaran informasi antara regulator dapat diprioritaskan guna memperkuat pengawasan. 

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Harmanda melihat rencana RUU P2SK yang sedang diperbincangkan ini memiliki potensi dalam penguatan perlindungan konsumen, edukasi, dan pengawasan pelaku usaha yang adil. 

Baca Juga: RUU PPSK, Menkop UKM Usul Ada Kompartemen Koperasi di OJK

“Ketiga hal tersebut penting untuk mendorong pertumbuhan aset kripto semakin berkualitas dan sehat. Diharapkan nantinya lembaga yang akan menjadi pengawas industri aset kripto bisa meneruskan apa yang telah dibangun sejauh ini dan bahkan bisa membuat terobosan yang baik untuk pelaku usaha dan investor,” katanya.

Namun demikian, pelibatan OJK dalam pengawasan aset kripto juga berpotensi menimbulkan tumpang tindih fungsi dengan lembaga pengawas aset kripto yakni Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×