kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RUU Larangan Minol Kecualikan Penggunaan untuk Medis, Keagamaan, dan Adat-Istiadat


Kamis, 10 Maret 2022 / 22:30 WIB
RUU Larangan Minol Kecualikan Penggunaan untuk Medis, Keagamaan, dan Adat-Istiadat
ILUSTRASI. Seseorang minum minuman beralkohol


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang (RUU) Minuman Beralkohol (Minol) saat ini masih dibahas di Badan Legislasi DPR RI. Padahal, sebelumnya calon beleid ini ditargetkan rampung akhir tahun 2021.

RUU ini memang menjadi sorotan, pasalnya tak hanya melarang orang memproduksi dan menjual, tapi juga minuman beralkohol.

Anggota Panitia Kerja RUU Larangan Minol Badan Legislasi DPR RI Bukhori Yusuf menegaskan, adanya ketentuan pengecualian penggunaan alkohol untuk dunia medis, upacara keagamaan, dan adat-istiadat, khususnya upacara keagamaan.

Meskipun demikian, pada dasarnya, menurut Bukhori, alkohol merupakan minuman membahayakan ketika dikonsumsi di luar batas sehingga butuh pelarangan yang tegas.

Baca Juga: Penyusunan Naskah RUU Larangan Minol Dikebut

“Apabila digunakan untuk keperluan tertentu, misalnya anestesi, pengobatan, untuk acara adat keagaman tertentu, itu masih bisa dipahami dan bisa dikecualikan. Namun, RUU ini kalau kontennya tidak ditegaskan dilarang maka akan bisa membahayakan anak generasi kita,” ujar Bukhori dalam keterangan tertulis yang dihimpun Kontan.co.id, Kamis (10/3).

Anggota Fraksi PKS DPR RI itu menegaskan Perda Nomor 22 tahun 2016 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol di Provinsi Papua; serta Peraturan Daerah Kabupaten Manokwari tentang Larangan Pemasukan, Penyimpanan, Pengedaran, dan Penjualan serta Memproduksi Minuman Beralkohol.

“Artinya itu menunjukkan betapa sebenarnya kalau kita ingin meng-capture Papua yang merupakan representasi satu wilayah yang tidak terlalu heterogen sebagaimana Jakarta, tetapi tetap bisa menerapkan (aturan mengenai larangan Minol) itu,” tambah Anggota Komisi VIII DPR RI ini.

Selain itu, ia turut menanggapi adanya penggunaan alkohol dalam bentuk minuman berfermentasi, seperti tuak, arak, dan brem, baik untuk upacara keagamaan Umat Hindu dan/atau perekonomian masyarakat di Bali.

Ia pun memastikan adanya RUU Larangan Minol ini tidak akan mengganggu kegiatan tersebut. Dia menambahkan, adanya RUU ini semakin melindungi aktivitas perekonomian masyarakat Bali dari adanya miras ilegal atau oplosan yang tak berizin dari pemerintah.

Baca Juga: Draf RUU larangan minuman beralkohol ditargetkan rampung akhir tahun 2021

“Misalnya tentang pemasaran minuman keras atau arak lokal itu kan nanti tidak bisa di sembarang tempat, harus berizin, hotel misalnya harus yang bintang lima. Sehingga, para penggunanya itu memang harus orang-orang yang sadar akan penggunanya sehingga tidak membahayakan,” tambah.

Meskipun demikian, ia pun mengakui kendala utama pembahasan RUU yang sejak periode DPR RI 2009-2014 ini diusulkan pun masih mandeg pada judul. Sebab, menurutnya kata “Larangan” dinilai terlalu ketat sehingga mengkhawatirkan banyak pihak.

“Tetapi saya kira hukum itu harus ada kepastian dan tidak boleh abu-abu, harus hitam-putih,” tutup Bukhori.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×