Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Ketua Tim Panitia Kerja Revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) dari pihak pemerintah, Henri Subiakto, mengatakan, pemerintah diperbolehkan memblokir situs nonpers jika memuat data yang melanggar undang-undang.
Hal itu mengacu pada pengalaman sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa situs yang kerap memuat pornografi, kebencian terkait SARA, praktik terorisme, pencemaran nama baik, dan hal lainnya yang telah diatur dalam undang-undang.
"Jadi sekarang kami memblokir dengan landasan undang-undang yang kuat karena dituliskan langsung di dalam pasal 40 UU ITE," kata Henri, saat dihubungi, Selasa (18/10) malam.
Namun, Henri menegaskan, pemblokiran itu hanya menyasar pada situs nonpers, yakni situs yang menyediakan informasi tetapi tidak memiliki badan hukum sebagai perusahaan pers dan tidak tunduk pada kode etik jurnalistik.
Jika media pers yang memuat data terkait kebencian SARA, pornografi, dan sejenisya, pemerintah tak perlu memblokir dan menyerahkan prosesnya kepada Dewan Pers.
Bahkan, bila terbukti data elektronik yang dimuat ternyata tidak mengandung unsur SARA, pornografi, dan pencemaran nama baik, media pers tersebut bisa membela diri melalui hak jawab.
Saat ditanya, apakah aturan tersebut membatasi kebebasan warga negara dalam berekspresi dan berpendapat, Henri menegaskan, aturan tersebut sama sekali tak mengekang kebebasan warga negara.
"Harus dibedakan antara kebebasan dan kebencian, aturan itu tidak membatasi kebebasan. Dan itu supaya situs penyedia informasi bertanggung jawab atas informasi yang disediakan. Seperti mekanisme pers yang sudah ada, harus ada pertanggungjawaban," papar Henri. (Rakhmat Nur Hakim)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News