Reporter: Dimas Andi | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Potensi pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih terbuka lebar hingga akhir tahun.
Kombinasi tekanan eksternal dan fundamental domestik yang rapuh membuat nilai tukar rupiah sulit bangkit.
Pergerakan Kurs Rupiah di Pasar Spot dan Jisdor
Pada perdagangan Jumat (26/9), kurs rupiah di pasar spot tercatat menguat tipis 0,07% ke level Rp 16.738 per dolar AS. Namun, dalam sepekan terakhir rupiah justru melemah 0,82% dibanding posisi Rp 16.601 per dolar AS pada Jumat (19/9).
Sementara itu, kurs rupiah Jisdor terus melanjutkan tren negatif selama delapan hari beruntun. Rupiah Jisdor melemah 0,14% menjadi Rp 16.775 per dolar AS. Sepanjang pekan, rupiah Jisdor sudah terkoreksi 1,19% dari posisi Rp 16.578 per dolar AS pada Jumat (19/9).
Baca Juga: Rupiah Tertekan Dalam Sepekan, Begini Proyeksinya untuk Pekan Depan
Tekanan Eksternal: Geopolitik hingga Harga Minyak
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, menilai pelemahan rupiah sangat dipengaruhi faktor eksternal. Situasi perang Rusia–Ukraina yang kian panas membuat dolar AS terus menguat.
Dukungan NATO ke Ukraina hingga serangan ke kilang minyak Rusia—yang memangkas 17% produksi minyak—memicu gejolak pasar.
Di sisi lain, konflik geopolitik di Timur Tengah juga menambah ketidakpastian. Israel masih menggencarkan serangan ke Palestina dan Yaman, sementara kecaman dunia internasional di Sidang Umum PBB nyaris tak berdampak.
Selain itu, Amerika Serikat juga menekan India dan China agar berhenti mengimpor minyak Rusia. Jika desakan ini diabaikan, keduanya berpotensi terkena sanksi tarif baru dari Washington.
Baca Juga: Purbaya Optimistis Pelemahan Rupiah Hanya Sementara, Ajak Tukar Dolar ke Rupiah
Faktor Domestik: Kebijakan Menkeu Baru Jadi Sorotan
Tekanan terhadap rupiah juga datang dari dalam negeri. Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa dinilai membawa ketidakpastian. Beberapa pernyataan Menkeu Purbaya membuat pelaku pasar kurang percaya diri.
Kebijakan menyalurkan Rp 200 triliun dana pemerintah dari BI ke bank Himbara juga menimbulkan pro–kontra. Meski meningkatkan likuiditas di pasar modal, ada kekhawatiran Himbara kesulitan menyalurkan kredit di tengah ekonomi yang belum stabil. Risiko kredit macet pun semakin besar.
Selain itu, keputusan pemerintah yang tidak memprioritaskan Tax Amnesty Jilid III membuat pasar ragu.
Belum jelas apakah para pengusaha akan patuh membayar pajak tanpa adanya program pengampunan pajak tersebut.
Baca Juga: Rupiah Terus Tertekan, Ini Pilihan Investasi Valas yang Bisa Dilirik Investor
Prospek Kurs Rupiah Hingga Akhir Tahun
Ibrahim menegaskan bahwa peluang kurs rupiah melanjutkan pelemahan masih besar. Selama tidak ada perbaikan kebijakan struktural dan komunikasi pemerintah lebih konsisten, rupiah sulit bangkit. Apalagi tekanan global diperkirakan tetap tinggi.
“Rupiah berpotensi melemah hingga kisaran Rp 16.800–17.000 per dolar AS pada akhir tahun,” kata Ibrahim, Jumat (26/9).
Selanjutnya: Adrian Gunadi Akhirnya Ditangkap
Menarik Dibaca: Banyak Pikiran? Ini Cara Mengatasi Overthinking yang Dapat Dicoba
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News