kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.175.000   4.000   0,18%
  • USD/IDR 16.742   -34,00   -0,20%
  • IDX 8.099   58,67   0,73%
  • KOMPAS100 1.123   8,34   0,75%
  • LQ45 803   6,91   0,87%
  • ISSI 282   2,37   0,85%
  • IDX30 422   3,62   0,87%
  • IDXHIDIV20 480   0,21   0,04%
  • IDX80 123   1,39   1,14%
  • IDXV30 134   0,51   0,38%
  • IDXQ30 133   0,20   0,15%

Rupiah Terancam Anjlok: Analis Ini Prediksi Bisa Rp 17.000 per Dolar AS Akhir Tahun


Sabtu, 27 September 2025 / 06:32 WIB
Diperbarui Sabtu, 27 September 2025 / 07:30 WIB
Rupiah Terancam Anjlok: Analis Ini Prediksi Bisa Rp 17.000 per Dolar AS Akhir Tahun
ILUSTRASI. Rupiah tertekan hingga Rp 16.775 per dolar AS. Analis: peluang melemah ke Rp 17.000 makin besar akibat geopolitik & kebijakan domestik. FOTO: Pekerja menunjukkan emas batangan di Bandung, Jawa Barat, Selasa (2/9/2025). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Hasbi Maulana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Potensi pelemahan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih terbuka lebar hingga akhir tahun.

Kombinasi tekanan eksternal dan fundamental domestik yang rapuh membuat nilai tukar rupiah sulit bangkit.

Pergerakan Kurs Rupiah di Pasar Spot dan Jisdor

Pada perdagangan Jumat (26/9), kurs rupiah di pasar spot tercatat menguat tipis 0,07% ke level Rp 16.738 per dolar AS. Namun, dalam sepekan terakhir rupiah justru melemah 0,82% dibanding posisi Rp 16.601 per dolar AS pada Jumat (19/9).

Sementara itu, kurs rupiah Jisdor terus melanjutkan tren negatif selama delapan hari beruntun. Rupiah Jisdor melemah 0,14% menjadi Rp 16.775 per dolar AS. Sepanjang pekan, rupiah Jisdor sudah terkoreksi 1,19% dari posisi Rp 16.578 per dolar AS pada Jumat (19/9).

Baca Juga: Rupiah Tertekan Dalam Sepekan, Begini Proyeksinya untuk Pekan Depan

Tekanan Eksternal: Geopolitik hingga Harga Minyak

Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, menilai pelemahan rupiah sangat dipengaruhi faktor eksternal. Situasi perang Rusia–Ukraina yang kian panas membuat dolar AS terus menguat.

Dukungan NATO ke Ukraina hingga serangan ke kilang minyak Rusia—yang memangkas 17% produksi minyak—memicu gejolak pasar.

Di sisi lain, konflik geopolitik di Timur Tengah juga menambah ketidakpastian. Israel masih menggencarkan serangan ke Palestina dan Yaman, sementara kecaman dunia internasional di Sidang Umum PBB nyaris tak berdampak.

Selain itu, Amerika Serikat juga menekan India dan China agar berhenti mengimpor minyak Rusia. Jika desakan ini diabaikan, keduanya berpotensi terkena sanksi tarif baru dari Washington.

Baca Juga: Purbaya Optimistis Pelemahan Rupiah Hanya Sementara, Ajak Tukar Dolar ke Rupiah

Faktor Domestik: Kebijakan Menkeu Baru Jadi Sorotan

Tekanan terhadap rupiah juga datang dari dalam negeri. Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani ke Purbaya Yudhi Sadewa dinilai membawa ketidakpastian. Beberapa pernyataan Menkeu Purbaya membuat pelaku pasar kurang percaya diri.

Kebijakan menyalurkan Rp 200 triliun dana pemerintah dari BI ke bank Himbara juga menimbulkan pro–kontra. Meski meningkatkan likuiditas di pasar modal, ada kekhawatiran Himbara kesulitan menyalurkan kredit di tengah ekonomi yang belum stabil. Risiko kredit macet pun semakin besar.

Selain itu, keputusan pemerintah yang tidak memprioritaskan Tax Amnesty Jilid III membuat pasar ragu.

Belum jelas apakah para pengusaha akan patuh membayar pajak tanpa adanya program pengampunan pajak tersebut.

Baca Juga: Rupiah Terus Tertekan, Ini Pilihan Investasi Valas yang Bisa Dilirik Investor

Prospek Kurs Rupiah Hingga Akhir Tahun

Ibrahim menegaskan bahwa peluang kurs rupiah melanjutkan pelemahan masih besar. Selama tidak ada perbaikan kebijakan struktural dan komunikasi pemerintah lebih konsisten, rupiah sulit bangkit. Apalagi tekanan global diperkirakan tetap tinggi.

“Rupiah berpotensi melemah hingga kisaran Rp 16.800–17.000 per dolar AS pada akhir tahun,” kata Ibrahim, Jumat (26/9).

Selanjutnya: Adrian Gunadi Akhirnya Ditangkap

Menarik Dibaca: Banyak Pikiran? Ini Cara Mengatasi Overthinking yang Dapat Dicoba

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×