kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Risiko global meningkat, BI diperkirakan masih mempertahankan bunga acuan 6%


Rabu, 15 Mei 2019 / 19:20 WIB
Risiko global meningkat, BI diperkirakan masih mempertahankan bunga acuan 6%


Reporter: Adinda Ade Mustami, Benedicta Prima | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) diperkirakan belum mengubah suku bunga acuannya alias BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) yang saat ini masih di level 6% dalam rapat dewan gubernur (RDG) bulana Mei 2019 ini. Hal ini dilakukan BI, untuk memperkuat stabilitas ekonomi domestik di tengah sejumlah gejolak eksternal.

Menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede, risiko global kembali menghantui pasar keuangan negara berkembang belakangan ini. Terutama, naiknya tensi perang dagang yang menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah bersama sebagian besar mata uang Asia terhadap dollar AS.

"Berlanjutnya perang dagang akan berpotensi mendorong perlambatan ekonomi global dan menekan laju pertumbuhan volume perdagangan global," kata Josua kepada Kontan.co.id, Rabu (15/5).

Sejak akhir pekan lalu rupiah tercatat terdepresiasi 1,25% ke level 14.439 per dollar AS. Pelemahan nilai tukar tersebut mendorong koreksi di pasar keuangan domestik baik di pasar saham dan pasar surat berharga negara (SBN).

Makanya, "Kami melihat tidak ada urgensi bagi bank sentral untuk memangkas suku bunga kebijakan dalam jangka pendek," kata Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro.

Ekonom Maybank Indonesia Juniman juga melihat BI perlu mempertahankan bunga acuannya. Ini dilakukan untuk menjaga daya tarik aset keuangan domestik.

Selain itu, dipertahankannya bunga acuan bulan ini untuk menjaga defisit transaksi berjalan (CAD). Apalagi, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa neraca dagang April 2019 defisit besar mencapai US$ 2,5 miliar. Belum lagi di kuartal kedua tahun ini merupakan musim pembayaran dividen.

"Kami perkirakan defisit transaksi berjalan Indonesia akan mencapai sekitar 2,5%-2,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2019," tambah Juniman. Angka itu sedikit membaik dibanding 2018 yang sebesar 2,98% dari PDB.

Bila bisa mempertahankan BI7DRRR, menurut ekonom BNI Ryan Kiryanto, akan direspon positif kalangan perbankan, sektor riil dan investor portofolio karena level 6% ini akomodatif. Ia menambahkan, relaksasi kebijakan makroprudensial seperti LTV, RIM dan PLM dan kebijakan lanjutannya bisa diperkuat sehingga bauran kebijakan BI akan sangat tepat menjadi "jamu manis" untuk memperkuat daya tahan perekonomian nasional.

Sebab itu, Ekonom BTN Winang Budoyo mengatakan, BI masih akan menunggu beberapa bulan sebelum bisa menurunkan bunga acuan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×