Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memilih mantan Presiden Direktur PT Kanzen Motor Indonesia, Rini Soemarno, sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Rini yang pernah menjabat Menteri Perindustrian dan Perdagangan Kabinet Gotong Royong era Presiden Megawati Soekarnoputri itu pernah dimintai keterangan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait penyelidikan penerbitan surat keterangan lunas (SKL) beberapa obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Lantas, apa pendapat KPK mengenai terpilihnya Rini sebagai menteri?
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan bahwa pihaknya tidak mengomentari sosok perorangan. Menurut Johan, pemilihan Rini sebagai menteri merupakan hak prerogatif Jokowi sebagai Presiden.
Kendati demikian, menurut dia, seseorang yang pernah diminta keterangan KPK belum tentu terlibat kasus dan belum tentu tak layak menjadi menteri.
"Tergantung sejauh mana orang itu terlibat. Kalau sekadar pernah diperiksa sebagai saksi, ya layak-layak saja," ujar Johan di Jakarta, Senin (27/10/2014).
Deputi Pencegahan KPK ini menyampaikan, tidak ada menteri dalam kabinet Jokowi-Jusuf Kalla yang diberi catatan merah dan kuning. Tanda merah menunjukkan risiko tinggi calon menteri itu terlibat kasus dugaan korupsi, sedangkan tanda kuning menunjukkan adanya laporan masyarakat yang masuk ke KPK mengenai calon menteri tersebut.
"Tidak ada, ini berdasarkan konfirmasi saya kepada beberapa pimpinan KPK," ucap dia.
Meskipun demikian, menurut Johan, KPK tidak menjamin bahwa calon menteri yang tidak diberi tanda merah atau kuning oleh KPK akan bebas dari godaan korupsi ketika terpilih sebagai menteri. Johan mengatakan, manusia bisa saja berubah ketika diberi kekuasaan dan kewenangan mengelola uang dalam jumlah besar.
"Sejak awal KPK menyampaikan bahwa kami tidak menjamin siapa pun, termasuk nama calon menteri yang tidak ada catatan dari KPK kelak setelah menjadi menteri, tidak korupsi," ujar dia.
Diperiksa KPK
Pada 2013, KPK meminta keterangan Rini selama lebih kurang tujuh jam terkait penyelidikan atas penerbitan surat keterangan lunas (SKL) beberapa obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Seusai dimintai keterangan, Rini mengaku diajukan pertanyaan oleh tim penyelidik KPK dalam kapasitasnya sebagai anggota Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK).
“Sebagai anggota KSSK, saya dimintai keterangan,” kata Rini.
KPK menganggap Rini tahu seputar proses pemberian SKL kepada sejumlah obligor BLBI. Mekanisme penerbitan SKL dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Inpres No 8 Tahun 2002.
Hal ini dilakukan Presiden Megawati setelah menerima masukan dari jajaran menteri saat itu, seperti Menteri Keuangan Boediono, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.
SKL tersebut berisi tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang saham, dikenal dengan inpres tentang release and discharge.
Tercatat beberapa nama konglomerat papan atas, seperti Sjamsul Nursalim, The Nin King, dan Bob Hasan, yang telah mendapatkan SKL dan sekaligus release and discharge dari pemerintah. (Icha Rastika)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News