Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Energi Watch Indonesia (EWI) menilai reshuffle kabinet harus segera dilakukan. Sebab itu merupakan satu-satunya jawaban atas kegagalan pemerintah, dan bukti bahwa Presiden Joko Widodo adalah pemimpin yang menyadari kekeliruan.
"Harus memperbaiki kegagalan yang sudah terjadi. Namun bila Jokowi tidak melakukan reshuffle, artinya Jokowi memang tidak menyadari kekeliruan dan merasa bahwa bangsa yang akan bangkrut ini baik-baik saja. Reshuffle adalah mutlak dan merupakan bagian dari solusi memperbaiki bangsa yang sedang sakit parah," kata Direktur Eksekutif EWI Ferdinand Hutahaean dalam keterangan pers yang diterima, Rabu (8/7).
Menurut Ferdinand, salah satu menteri yang wajib dicopot oleh Jokowi adalah Menteri BUMN Rini Soemarno karena dianggap masih belum menunjukkan kinerja yang konkrit. "Terkait dengan sosok Menteri BUMN Rini Soemarno, saat ini kami melihat belum ada kinerja konkret Kementerian dalam membenahi BUMN-BUMN kita," ujarnya.
Menurut dia, sejauh ini Rini masih terlihat tidak memiliki konsep bagaimana menata BUMN supaya menjadi BUMN yang bisa menghasilkan keuntungan bagi negara, mampu menopang perekonomian dan menjadi motor penggerak ekonomi. "Kementerian BUMN saat ini belum lebih dari sebuah organisasi calo direksi BUMN. Faktanya pemilihan direksi BUMN pun gagal dan memprihatinkan," katanya.
Selain itu, masih banyak BUMN yang bermasalah, akan tetapi dibiarkan begitu saja oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.
"Hanya sibuk ngurusin BUMN yang subur ladang uangnya seperti perbankan, Pertamina, PLN, PGN dan lain-lain yang memang mengelola aset besar. Sementara yang lain masih terabaikan. Artinya apa? Rini Soemarno memang layak di reshuffle," katanya.
Senada dengan Ferdinand, Juru Bicara Gerakan Nasionalisasi Migas (GNM) Teddy Syamsuri mengatakan sudah seharusnya Jokowi mencopot Rini Soemarno dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said. "Banyak anak yatim terpuruk dan ketidakmampuan daya beli akibat kebijakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM)," kata Teddy.
Kenaikan harga BBM itu, sambung Teddy merupakan pemicu kenaikan harga pangan, energi dan inflasi. Ditambah lagi pertumbuhan ekonomi yang lemah dan melambat, pengangguran yang tak terhindarkan, komunitas orang yang hampir miskin menjadi miskin, dan merosotnya nilai uang rupiah, semua itu sumber masalahnya ada pada kenaikan harga BBM itu.
"Rini Soemarno dan Sudirman Said menjadi prioritas Menteri yang perlu di ganti, karena kabinet bidang perekonomian yang suka bikin gaduh ada pada dua kementerian ini," katanya.
Menurutnya, Sudirman Said menteri yang berani mengambil resiko menaikkan harga BBM yang seharusnya menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada warganya. Subsidi BBM dicabut dan setengahnya kenaikan BBM mengikuti harga pasar.
"Harga BBM mengikuti mekanisme pasar yang dicabut oleh Putusan MK Perkara No. 002/PUU-I/2013 karena bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, tapi dilanggar dengan berbagai dalih mengikuti keekonomian. Padahal akibat kenaikan harga BBM yang menerapkan mekanisme pasar itulah, tergeruslah kemampuan daya beli rakyat," katanya. (Wahyu Aji)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News