Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah mulai menghentikan transaksi atau pembekuan rekening keuangan yang diduga melakukan penyelewengan dana dalam proses analisis.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menerangkan, penghentian sementara rekening keuangan penting dalam proses analisis di PPATK. Pembekuan biasanya terjadi dalam waktu 20 hari maksimal setelahnya diserahkan kepada penyidik.
"Sekarang sudah ribuan rekening kita hentikan, yang panik memang teman-teman PJK pihak pelapor karena masif sekali kita hentikan, dan apa yang terjadi? banyak yang komplain ke PPATK," kata dalam Diseminasi PPATK di Jakarta Barat, Kamis (14/12).
Pentingnya penghentian rekening ialah untuk penelusuran dan pengamanan aset yang diduga hasil dari tindak pidana. Ia memberi contoh success story dari kasus Lukas Enembe.
Baca Juga: Temukan Triliunan Transaksi Mencurigakan Jelang Pemilu, PPATK Lapor Bawaslu dan KPU
"Bisa dibayangkan kasus Lukas Enembe kalau kita tidak hentikan kita tidak tahu dimana dia sebenarnya harta kekayaan," kata Ivan.
Adapun kewenangan pemberhentian sementara transaksi atau pemblokiran tersebut merupakan mandat dari UU No 8 tahun 2010. Ia menjelaskan, kolaborasi semua pihak berperan penting juga dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Kolaborasi, success story keanggotaan Indonesia di FATF itu adalah kolaborasi. Semua melepas seragam untuk Indonesia, PPATK tak bisa tanpa Polri dan sebaliknya. Yang namanya APU PPT ini, Tidak ada satu di antara kita ini yang lebih baik dibandingkan lain kita sama," jelasnya.
Wakapolri Komjen Agus Andrianto mengatakan, berdasarkan mutual report FATF 2023 Indonesia dinilai memiliki risiko TPPU yang utamanya berasal dari pendapatan dalam negeri.
"Risiko tertinggi berasal dari tindak pidana narkotika, korupsi, kejahatan perbankan dan perpajakan. Sedangkan kejahatan yang berhubungan dengan kehutanan dan pasar modal memiliki risiko lebih rendah," papar Agus.
Hasil kejahatan tersebut kata Agus dilakukan pencucian melalui sektor perbankan, pasar modal dan real estate. Selain itu Indonesia pun dihadapkan pada risiko pendanaan terorisme cukup tinggi.
Pada periode Januari hingga Oktober 2023 telah menerima 28,5 juta laporan. Angka ini naik 27,% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Selain 47 Rekening Bank, Satgas PASTI Blokir 18 Investasi dan 1.623 Pinjol Ilegal
Lebih rinci, laporan transfer dana dari dan keluar negeri naik 28,2% menjadi 25,5 juta laporan. Kemudian laporan transaksi keuangan tunai naik 1,3% dibandingkan tahun 2022 atau 2,8 juta laporan.
Laporan transaksi keuangan mencurigakan naik 49,4% dibandingkan tahun lalu atau 110.119. Laporan transaksi penyediaan barang dan jasa naik 27,9% atau 89.878, laporan pembawaan uang tunai masih sama seperti tahun lalu yakni 6.743. Terakhir laporan penundaan transaksi turun 57,1% dibandingkan tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News