Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Pemerintah Indonesia menggalang kerja sama dengan negara-negara kawasan dalam penanganan migrasi ireguler.
Wakil Menteri Luar Negeri RI A M Fachir mengatakan, diperlukan pemecahan akar masalah migrasi ireguler, baik berupa kondisi politik-keamanan, hak asasi manusia, stabilitas, pembangunan, pengentasan kemiskinan dan penurunan kualitas lingkungan hidup.
"Tanpa upaya kerja sama tersebut, negara-negara kawasan tidak dapat mengambil keuntungan dari migrasi manusia sebagai bagian dari globalisasi," ujar Fachir, dalam keterangan tertulis Kementerian Luar Negeri RI, Sabtu (28/11/2015).
Penggalangan kerja sama tersebut kemudian ditegaskan dalam forum Jakarta Declaration Roundtable Meeting on Addressing the Root Causes of Irregular Movement of Persons, yang dihadiri sejumlah perwakilan negara kawasan di Mandarin Oriental Hotel, Jumat (27/11/2015).
Sementara itu, Direktur Jenderal Multilateral, Hasan Kleib, menekankan bahwa pertemuan ini merupakan inisiatif Indonesia dalam memajukan pendekatan yang komprehensif dan berimbang terkait penanganan migrasi ireguler, dari sisi penindakan, perlindungan korban, deteksi dini, serta pencegahan.
"Ini merupakan wujud komitmen Indonesia sebagai tindak lanjut pertemuan Special Conference on Addressing Irregular Movement of Persons di Jakarta, pada Agustus 2013," kata Hasan.
Pertemuan dengan negara-negara kawasan ini diharapkan dapat menghasilkan sejumlah rekomendasi dan usulan kerja sama untuk penanganan masalah migrasi ireguler.
Hasil pertemuan ini akan disampaikan ke Pertemuan Tingkat Menteri, atau Bali Process, pada 2016.
Adapun, pertemuan kali ini dihadiri oleh 13 negara yang terkena dampak langsung irregular movement of persons, yaitu Afghanistan, Australia, Bangladesh, Iran, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Papua Nugini, Filipina, Selandia Baru, Srilanka, dan Thailand.
Selain itu, hadir juga 4 organisasi internasional terkait, seperti International Organization for Migration (IOM), United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC),United Nations Development Programme(UNDP), dan Bali Process Regional Support Office (RSO).
(Abba Gabrillin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News