kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.855   57,00   0,36%
  • IDX 7.134   -26,98   -0,38%
  • KOMPAS100 1.094   -0,62   -0,06%
  • LQ45 868   -3,96   -0,45%
  • ISSI 217   0,66   0,31%
  • IDX30 444   -2,90   -0,65%
  • IDXHIDIV20 536   -4,36   -0,81%
  • IDX80 126   -0,06   -0,05%
  • IDXV30 134   -2,14   -1,58%
  • IDXQ30 148   -1,23   -0,83%

Revisi UU TNI Belum Mendesak, Pengamat: Mandat di UU TNI Belum Terlaksana Baik


Selasa, 08 Agustus 2023 / 18:43 WIB
Revisi UU TNI Belum Mendesak, Pengamat: Mandat di UU TNI Belum Terlaksana Baik
ILUSTRASI. Pengamat menilai, revisi Undang-undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI belum mendesak dilakukan. . TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Wahyudi Djafar menilai, revisi Undang-undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) belum mendesak dilakukan. 

Pasalnya, beberapa pasal yang menjadi mandat yang diatur dalam undang-undang TNI sampai saat ini belum diimplementasikan dengan baik. Maka Wahyudi menegaskan, pemerintah seharusnya fokus memastikan konsistensi dari beberapa mandat yang diatur dalam undang-undang TNI.

"Bagaimana komitmen pemerintah dalam implementasi mandat UU TNI daripada merevisinya karena belum mendesak," kata Wahyudi kepada Kontan.co.id, Selasa (8/8). 

Baca Juga: Ini Kata Jokowi Soal Wacana Revisi UU Peradilan Militer

Termasuk salah satunya terkait dengan revisi undang-undang Peradilan Militer yang dibahas dalam pasal 65 dan pasal 74 undang-undang TNI.

Dimana dalam pasal 65 ayat UU TNI menyebut, prajurit tunduk kepada kekuasaan pada militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada Kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur undang-undang. 

Namun, pada pasal 74 dituliskan bahwa ketentuan yang dimaksud dalam pasal 65 tersebut berlaku saat undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan. Di mana selama undang-undang Peradilan Militer yang baru belum dibentuk maka tetap tunduk kepada ketentuan undang-undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.  

"Sehingga mestinya pembicaraan itu lebih difokuskan pada bagaimana mempercepat proses pembahasan revisi undang-undang Peradilan Militer," jelasnya. 

Padahal, kata Wahyudi revisi undang-undang Peradilan Militer sebenarnya menjadi komitmen politik dari Presiden Jokowi yang tertuang di dokumen nawacita periode pertama yang kemudian diadopsi dalam dokumen RPJMN. 

"Itu kan dikatakan bahwa salah satu akar imunitas Indonesia itu adalah undang-undang 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer sehingga Kemudian untuk memotong imunitas itu maka harus dilakukan revisi terhadap undang-undang 31 tahun 1997. Sebagaimana diperintahkan dalam pasal 65 undang-undang TNI," ujarnya 

Sementara itu, Wahyudi mengatakan kalau membaca usulan yang diperdebatkan di internal TNI terkait dengan revisi undang-undang TNI justru malah usulan-usulannya mengesankan ingin memperkuat/memperbesar ruang bagi TNI untuk masuk kembali dalam urusan-urusan sipil. 

Baca Juga: Pendaftaran Calon Prajurit Tamtama TNI AL 2023 Dibuka, Lulusan SMP Bisa Daftar

Sementara itu, mekanisme akuntabilitas terhadap perwira aktif ketika dia menduduki jabatan-jabatan sipil sampai sekarang masih problematis.

"Pengalaman kan terakhir kasus kabasarnas itu menduduki jabatan sipil tapi kemudian ada problem ketika terjadi pelanggaran tindak pidana.  Apakah kemudian di harus masuk ke peradilan umum atau melalui Peradilan Militer. Jadi akuntabilitas dulu nih disiapkan sebelum bicara mengenai bagaimana kemudian ke depan terkait dengan fungsi-fungsi kekaryaan dari militer itu," ungkap Wahyudi. 

Menurutnya, militer jelas memiliki fungsi lebih kepada hal yang berkaitan dengan pertahanan dan kedaulatan negara. Kemudian mengenai penganggaran TNI memang sudah semestinya di sentralisasi pada Kementerian Pertahanan. Hal tersebut jelas diatur dalam UU No 3 tahun 2002. 

"Anggaran pertahanan itu menganut sentralisasi, anggaran pertahanan itu dikelola oleh Kementerian Pertahanan. Kenapa kemudian dikelola kemenhan sebenarnya itu mencerminkan satu kontrol sipil yang demokratis terhadap militer," imbuh Wahyudi. 

Kembali Wahyudi menegaskan bahwa fokus di akhir periode masa jabatan presiden ataupun DPR seharusnya pada revisi undang-undang Peradilan Militer.  

"Merevisi undang-undang TNI hari ini tidak mendesak, yang penting adalah mekanisme akuntabilitas ketika itu dibuka kita khawatirkan justru akan membuka bola liar, dalam artian nanti akan muncul usulan-usulan kemudian memperbesar atau mengembalikan peran-peran TNI di masa lalu," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×