Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - Penulis buku Tere Liye lewat laman Facebooknya mengumumkan sudah memutuskan kontrak dengan dua penerbit besar Indonesia. Alasannya, pemerintah selama ini tidak adil terhadap profesi penulis buku karena dikenakan pajak lebih tinggi dari profesi-profesi lainnya.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, dalam hal ini sesungguhnya pemerintah tidak abai. Bahkan mendukung dan memperhatikan ini. Sayangnya, revisi UU PPh untuk menangani hal ini masih dalam proses.
“Di awal 2015 secara langsung saya menyampaikan ini kepada Menkeu Bambang Brodjonegoro dan beliau menyambut baik. Sayangnya, perubahan ketentuan harus melalui revisi UU PPh melalui DPR. Masih panjang dan lama,” kata Yustinus lewat pesan tertulisnya yang dikutip KONTAN, Rabu (6/9).
Ia mengatakan, pangkal masalah ini ada pada PPh Pasal 23 atas royalti penulis buku, yang dipotong 15% atas jumlah bruto. Menurut Yustinus, hal ini menjadi kejam karena umumnya jatah royalti penulis itu 10% dari penjualan sehingga cukup kecil.
Dengan begitu tarif PPh pemotongan untuk royalti penulis sebaiknya diturunkan agar lebih fair, masuk akal, dan membantu cash flow penulis. Apalagi pembayaran royalti biasanya berkala secara semesteran.
Namun, pemerintah sendiri sudah membebaskan PPN atas penyerahan buku ajar. Ia berharap ke depannya seluruh jenis buku mendapat keringanan.
“Sehingga masyarakat menikmati bahan bacaan dengan harga terjangkau,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News