kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Revisi UU Penanggulangan Bencana, Mensos: Pengalokasian anggaran tak perlu spesifik


Senin, 17 Mei 2021 / 14:25 WIB
Revisi UU Penanggulangan Bencana, Mensos: Pengalokasian anggaran tak perlu spesifik
ILUSTRASI. Menteri Sosial Tri Rismaharini mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengusulkan agar tidak perlu ada pencantuman secara rigid alokasi anggaran penanggulangan bencana dalam revisi UU penanggulangan bencana. Hal ini diyakini akan mempersempit ruang fiskal pemerintah dalam penyusunan APBN.

Menteri Sosial Tri Rismaharini menyampaikan, hasil keputusan rapat tingkat menteri/lembaga di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) tentang alokasi anggaran kebencanaan dalam revisi UU penanggulangan bencana.

Yakni pengaturan mengenai pengalokasian anggaran penanggulangan bencana tidak perlu dengan mencantumkan persentase secara spesifik yaitu sebesar 2% dari APBN.

Baca Juga: Perhatian! Ini bansos yang tak cair mulai Mei 2021

"Melainkan cukup diatur dalam kaitannya dengan pengalokasian anggaran negara penanggulangan bencana secara memadai. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya mandatory spending yang akan terlalu membebani anggaran negara dan untuk memberikan keleluasaan fiskal," ujar Risma dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, Senin (17/5).

Keputusan itu diambil dengan mempertimbangkan sejumlah hal. Di antaranya, dalam UU nomor 17 tahun 2003, pengalokasian anggaran ditetapkan dengan memperhatikan kinerja anggaran dan berdasarkan prioritas pemerintah.

APBN merupakan instrumen fiskal yang harus mempunyai fleksibilitas untuk bisa dilakukan refocusing sesuai kebutuhan pendanaan program prioritas.

Pencantuman norma terkait alokasi pendanaan dengan besaran berupa persentase tertentu atas APBN (mandatory spending) mempersempit ruang fiskal pemerintah.

"Mengingat sudah terdapat kewajiban alokasi APBN antara lain untuk fungsi pendidikan 20 persen, fungsi kesehatan 5%, transfer ke daerah 26%, dana desa 10%, belanja subsidi dan belanja pegawai," terang Risma.

Risma menegaskan, alokasi untuk penanggulangan bencana pada prinsipnya selalu menjadi bagian dari prioritas pemerintah yang terbagi dalam sejumlah hal.

Antara lain, dana mitigasi yang tersebar di Kementerian/Lembaga terkait, dana siap pakai yang dicadangkan melalui bagian anggaran BUN dan bagian anggaran BNPB serta dana rehabilitasi dan rekonstruksi.

Baca Juga: DPR bakal panggil Kementerian Sosial terkait 21 juta data ganda penerima bansos

"Upaya mengoptimalkan pendanaan penanggulangan bencana terus dilakukan oleh pemerintah di antaranya melalui skema asuransi atas aset pemerintah dan pemerintah daerah serta skema polling fund," ucap Risma.

Selain itu, terkait kelembagaan, pemerintah menilai pengaturan mengenai kelembagaan dalam revisi UU penanggulangan bencana cukup yang pokok saja. Khususnya yang terkait dengan fungsi lembaga penanggulangan bencana yang meliputi fungsi koordinasi, komando, dan pelaksana.

"Sementara terkait penamaan atau nomenklatur lembaga tidak perlu menyebutkan nama dari lembaga yang menyelenggarakan penanggulangan bencana," ucap Risma.

Pemerintah menyebut, pengaturan terkait dengan syarat dan tata cara pengangkatan kepala lembaga penjabaran fungsi koordinasi, komando dan pelaksana serta tugas struktur organisasi dan tata kerja lembaga akan diatur dengan Peraturan Presiden.

"Hal ini dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas pengaturan yang memudahkan dalam melakukan perubahan atau adaptasi yang kemungkinan akan terjadi sesuai dengan kondisi dan perkembangan kebutuhan tata kelola pemerintahan yang akan datang," ujar Risma.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily yang membacakan kesimpulan rapat menuturkan, Komisi VIII DPR sepakat untuk memperkuat posisi kelembagaan BNPB dalam RUU tentang penanggulangan bencana.

Komisi VIII DPR memberikan kesempatan kepada Menteri Sosial sebagai wakil Pemerintah untuk menyampaikan laporan hasil pembahasan Panja dan sekaligus memohon arahan Presiden mengenai kebijakan kelembagaan BNPB dan pola pengaturan anggaran penanggulangan bencana dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang penanggulangan bencana.

"Komisi VIII DPR sepakat dengan Menteri Sosial untuk mengakomodir berbagai jenis bencana seperti bencana sosial dalam DIM revisi UU tentang penanggulangan bencana," ucap Ace saat membacakan kesimpulan rapat kerja dengan Menteri Sosial.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai, jika dilihat dari alokasi penanggulangan bencana saat ini kurang dari 1 persen dari APBN/APBD.

Menurutnya, dengan karakteristik Indonesia yang rawan bencana, peningkatan anggaran menjadi sebuah keniscayaan. Hal ini juga sesuai dengan rencana pembentukan pooling fund yang sebelumnya tengah direncanakan oleh pemerintah.

“Artinya dengan tambahan alokasi dan pooling fund, diharapkan proses recovery dari sebuah bencana bisa lebih optimal dan lebih cepat,” ujar Yusuf.

Baca Juga: Begini cara mudah cek penerima bansos 2021 yang cair awal Mei

Meski begitu, Yusuf menilai, usulan untuk mewajibkan alokasi anggaran sebesar 2% dari APBN/APBD perlu dikaji lagi. Ia mengusulkan agar alokasi anggaran kebencanaan dilakukan sesuai peta rawan bencana setiap daerah.

“Nanti tinggal disesuaikan dan kemudian diubah dalam UU APBN setiap tahunnya, disesuaikan dengan daerah yang mempunyai potensi bencana yang besar,” ucap Yusuf.

Seperti diketahui, revisi UU nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana merupakan salah satu RUU yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2021.

Sejumlah poin revisi UU tersebut di antaranya terkait kelembagaan dan usulan anggaran penanggulangan bencana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×