kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.409.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.435   -30,00   -0,19%
  • IDX 7.798   37,20   0,48%
  • KOMPAS100 1.185   9,64   0,82%
  • LQ45 958   6,85   0,72%
  • ISSI 226   2,67   1,19%
  • IDX30 488   3,53   0,73%
  • IDXHIDIV20 589   4,06   0,69%
  • IDX80 134   1,16   0,87%
  • IDXV30 140   2,67   1,94%
  • IDXQ30 163   1,24   0,77%

Revisi Kilat UU Pilkada Beri Sinyal Negatif ke Investor Soal Kepastian Hukum


Kamis, 22 Agustus 2024 / 19:17 WIB
Revisi Kilat UU Pilkada Beri Sinyal Negatif ke Investor Soal Kepastian Hukum
Sejumlah mahasiswa lintas perguruan tinggi berhasil menembus pagar Gerbang Pancasila untuk menyuarakan aspirasi mereka di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Unjuk rasa tersebut merupakan bagian dari gerakan peringatan darurat Indonesia yang viral di media sosial setelah DPR bermanuver mengabaikan putusan MK. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda menyoroti perkara pembegalan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) oleh DPR terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada.

Huda mengatakan, pembegalan ini bakal berdampak ke semua aspek salah satunya ke aspek ekonomi. Dia menyebutkan, terdapat beberapa poin penting mengenai hal ini, di antaranya.

Pertama, keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengubah undang-undang hanya berselang sehari setelah keputusan MK, membuat dunia usaha tidak punya kepastian hukum yang jelas.

Baca Juga: Ada Rapat Kilat Soal UU Pilkada, Pemerintah dan DPR Diingatkan Patuhi Putusan MK

“Dengan kondisi seperti saat ini, investor akan ragu dan memang harus kabur dari Indonesia. Kepastian bisnis menjadi kunci kelancaran usaha,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (22/8).

Kedua, dengan adanya peraturan bisa dibuat cepat asal ada kepentingan DPR membuat dunia usaha membutuhkan modal besar apabila kepentingan bisnis tidak mau diganggu oleh anggota DPR.

Menurutnya, ini yang membuat Incremental Capital Output Ratio (Icor) Indonesia menjadi mahal.

Ketiga, Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus dengan anggota koalisi yang sangat besar, Jokowi dan Prabowo sedang mengebiri wewenang pemerintah daerah (Pemda) untuk dapat melakukan pembangunan berdasarkan kebutuhan masyarakatnya sendiri.

Baca Juga: Soal Revisi UU Pilkada, Mendagri: Sudah Sejak Januari

“Kewenangan pemda dikebiri setelah kemarin ada UU Cipta Kerja. Pemimpin di daerah hanya boneka Presiden,” terang Huda.

Keempat, tidak hanya kewenangan, dana Pemda dapat digunakan untuk program pemerintah pusat seperti makan bergizi gratis, di mana dana pemerintah pusat tidak cukup.

Dengan kewenangan tersebut, lanjut Huda, Pemda harus tegak lurus dengan pemerintah pusat. Padahal semangat otonomi daerah adalah pembangunan berdasarkan kebutuhan daerah masing-masing.

“Jika terjadi pembangunan akan kembali seperti zaman orde baru (orba). Pertumbuhan daerah akan terhambat. Ketimpangan antar daerah akan semakin lebar,” tandasnya.

Selanjutnya: Pasok Kebutuhan Pangan IKN, Kementan Bakal Cetak 500 Ribu Ha Lahan Rawa di Kalteng

Menarik Dibaca: Cara Mencadangkan Instagram biar Unggahan Foto dan Video Tidak Hilang saat Error

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024) Mudah Menagih Hutang

[X]
×