Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Edy Can
JAKARTA. Revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) agaknya masih membutuhkan waktu panjang. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) saat ini masih melakukan pembicaraan dan kajian dengan para pelaku usaha.
Direktur Deregulasi BKPM Indra Darmawan mengatakan, semenjak Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka bagi Penanaman Modal Asing terbit, banyak pengusaha yang meminta Perpres DNI itu segera direvisi. Pasalnya, rencana masuknya investor asing di beberapa sektor, seperti bioskop, masih terbentur dengan perpres tersebut.
Saat ini sektor bioskop masih 100% untuk investor lokal. "DNI baru setahun usianya saja sudah cukup banyak yang bertanya, kapan ini direvisi karena ada beberapa perkembangan di lapangan yang menuntut itu," ujarnya, Rabu lalu (4/1)
Indra mengatakan, pembahasan revisi DNI ini kemungkinan membutuhkan waktu sekitar satu tahun. Dus, investor asing yang berminat berinvestasi di sektor-sektor yang masih tertutup untuk penanaman modal asing, tidak bisa melakukan ekspansi ke Indonesia pada tahun ini.
Catatan saja, pemerintah mengusulkan revisi DNI dilakukan untuk empat sektor yakni pertanian atau hortikultura, perbankan, telekomunikasi dan perfilman
Kepentingan lokal
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri, Suryo Bambang Sulisto mengatakan, pemerintah memang perlu menyesuaikan kembali aturan daftar negatif investasi. Satu sisi, revisi DNI untuk membuka kesempatan investasi asing masuk ke sejumlah sektor usaha. Tetapi sisi lain, yang lebih penting adalah mendorong perusahaan lokal untuk berkembang.
Dia mencontohkan, pembukaan investasi asing di sektor pertanian harus ditinjau ulang apakah pembagiannya sudah menguntungkan pengusaha nasional atau tidak. "Kalau menurut saya, sektor pertanian harus lebih berikan peluang kepada lokal," katanya.
Indra mengakui, sektor pertanian dan hortikultura akan menjadi perhatian pemerintah dalam menyusun revisi DNI.
Ia mengatakan, investor asing belum mau berinvestasi lagi di sektor hortikultura karena aturan mengenai kepemilikan saham yang selalu berubah. Terakhir dalam UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Holtikulutra, kepemilikan saham asing di sektor hortikultura maksimal 30%.
Indra bilang, investor ingin kepastian soal ini. "Banyak investor dari Uni Eropa suka bertanya, kenapa peraturannya berubah-ubah. Harapan mereka, kalau ada peraturan yang baru cukup dikenakan kepada perusahaan yang baru masuk," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News