Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah menegaskan, proses penanganan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ( BLBI) sudah berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Febri menanggapi pernyataan Otto Hasibuan selaku kuasa hukum pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Sjamsul dan Itjih menjadi tersangka dalam pengembangan kasus BLBI tersebut. KPK, kata Febri, mengacu pada putusan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Karena itu KPK sangat yakin proses hukum ini sah dan sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Jadi ketika KPK maju melakukan penyidikan termasuk penyidikan baru untuk dua tersangka dalam kasus BLBI ini, itu berarti bukti yang kami miliki setidaknya menurut kami itu sudah sangat meyakinkan," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (19/6).
Febri pun menyoroti pernyataan Otto Hasibuan yang menyesalkan penetapan Sjamsul dan Itjih sebagai tersangka. Otto menganggap hal itu bertentangan dengan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia dengan Sjamsul sebagaimana tertuang dalam Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) tanggal 21 September 1998.
Perjanjian tersebut ditandatangani antara pemerintah dan Sjamsul. Menurut Otto, Sjamsul pada tanggal 25 Mei 1999 telah memenuhi kewajibannya untuk membayar sebesar Rp 28,404 triliun dengan cara yang disepakati dalam MSAA. Otto menganggap, seluruh kewajiban Sjamsul telah dibayar lunas.
Hal itu dinyatakan pemerintah dalam surat release and discharge tertanggal 25 Mei 1999. Inti dari surat tersebut, pemerintah berjanji dan menjamin untuk tidak menuntut Sjamsul dalam bentuk apapun, termasuk tidak melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan secara pidana sebagaimana ditegaskan dalam Inpres Nomor 8 tahun 2002.
"Pertanyaannya sederhana, apakah untuk BDNI ini dengan tersangka saat ini SJN dan istrinya semua kewajibannya sudah terpenuhi? Apakah semua kewajiban SJN sudah terpenuhi dalam kasus ini? Kami menilai berdasarkan bukti-bukti yang kami yakin sangat kuat masih ada Rp 4,58 triliun kewajiban yang belum terpenuhi atau hak negara yang belum kembali ke negara," kata Febri.
Febri memandang negara mengalami kerugian keuangan yang besar akibat kasus ini. Contoh lainnya, pernyataan Otto soal audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tahun 2017 yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan hukum. Menurut Otto, pelaksanaan audit investigasi BPK tahun 2017, selain bertentangan dengan hasil audit investigasi BPK tahun 2002 dan 2006.
Febri mengingatkan, majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat saat itu telah menegaskan dalam pertimbangannya bahwa majelis hakim tidak sependapat. Karena sesuai keterangan ahli dari BPK di persidangan disampaikan bahwa audit BPK 2002 dan 2006 merupakan audit kinerja.
"Audit BPK tahun 2017 merupakan audit untuk tujuan tertentu untuk menghitung kerugian negara dan semua dokumen yang dijadikan dasar untuk melakukan audit diperoleh dari penyidik, namun jika terdapat kekurangan maka auditor meminta pada penyidik untuk melengkapi, sehingga dalam perkara ini pembelaan terdakwa (Syafruddin) dikesampingkan," kata dia.
Febri menilai, daripada tim penasihat hukum sibuk memberi bantahan, sebaiknya Sjamsul dan Itjih dibawa ke Indonesia untuk menyampaikan secara langsung dalam pemeriksaan di KPK.
Menurut Febri, KPK menyediakan ruang bagi Sjamsul dan Itjih untuk memberikan bantahan-bantahan dengan bukti-bukti yang diajukan keduanya. "Kalau pihak Sjamsul Nursalim misalnya punya bukti yang lain, silakan datang ke Indonesia, hadir memenuhi pemeriksaan penyidik KPK dan ajukan bukti sebaliknya. Pasti akan sangat kami hargai itu," kata Febri. (Dylan Aprialdo Rachman)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tanggapi Pengacara Sjamsul Nursalim, KPK Sebut Penanganan Kasus BLBI Sesuai Prosedur"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News