Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Djumyati P.
JAKARTA. Ekonom Standard Chartered Bank Eric Alexander Sugandi masih optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012 akan mencapai 7%. Meskipun sekarang ini resesi ekonomi tengah melanda Eropa dan Amerika, hal tersebut hanyalah dianggap sebagai fenomena double dip setelah terjadinya krisis ekonomi 2009.
"Pertumbuhan ekonomi pada akhir 2012 bisa mencapai 7 persen. Kami melihat investasi masih tetap akan baik, market di Indonesia masih akan tetap besar, serta krisis ekonomi global tidak akan berdampak pada ekonomi lokal," tutur Eric, Senin (19/9).
Menurut Eric faktor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia 2012 ialah permintaan pasar domestik. Dengan begitu, pengaruh krisis ekonomi global tidak akan terasa dampaknya. "Prediksi saya, laju inflasi juga masih terkendali sebesar 6,5 persen, berbeda dengan BI (Bank Indonesia) yang memperkirakan sebesar 3,5 hingga 5,5%," tuturnya.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen tetap akan tercapai meskipun kebijakan Pemerintah Indonesia untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL) dan pengurangan bahan bakar minyak (BBM) ditetapkan pada 2012 nanti. "Hal itu karena daya beli masyarakat masih terus membesar," jelasnya.
Dengan demikian, dia menganggap prediksi BI terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6% terlalu memperhitungkan faktor eksternal. "Dorongan pasar domestik saya rasa cukup untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia," tuturnya.
Terkait keluhan BI terhadap koordinasinya dengan pemerintah, Eric menilai kerjasama keduanya saat ini sudah lebih baik dibandingkan sebelum tahun 2000. "Mungkin BI melihat perlu ada koordinasi lebih baik lagi," imbuhnya.
Saat ini, menurut dia, pembuat kebijakan ekonomi di Indonesia sudah dipetakan dengan baik. Sehingga, antara pemerintah dan BI seharusnya bisa saling mendukung untuk siap menanggulangi dampak krisis yang sewaktu-waktu terjadi.
"Di sini kan protocol crisis sudah ada. Kalau terjadi krisis ekonomi, pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan melakukan injeksi keuangan (stimulus fiskal). Sedangkan BI cukup terbatas kebijakannya, yakni mengawasi penguatan nilai rupiah dan uang yang beredar di masyarakat," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News