Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Pengamat tata kota, Nirwono Joga, menilai ada kesimpangsiuran informasi dalam perencanaan relokasi warga di bantaran sungai di Jakarta. Perencanaan yang tidak matang ini membuat warga dan aparat pemerintah di level bawah merasa tidak ada kepastian akan relokasi itu.
Nirwono mengatakan telah berkomunikasi dengan pengurus RT/RW dan Kelurahan Kampung Pulo. Menurut Nirwono, mereka bersedia direlokasi ke rumah susun sesuai harapan Pemprov DKI Jakarta. Hanya saja, lurah, camat, serta warga tidak mendapat kepastian akan direlokasi ke mana. Warga juga tidak mendapat kejelasan tentang kompensasi yang akan diberikan Pemprov DKI saat relokasi dan kapan waktu relokasi. Hal ini dikarenakan warga perlu persiapan matang untuk direlokasi, seperti memindahkan sekolah anak, lokasi kerja, dan sebagainya.
Menurut Nirwono, aparat kelurahan merasa tidak didukung dengan data akurat dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) DKI yang dapat meyakinkan warga untuk direlokasi. Hingga kini, aparat kelurahan masih belum mengetahui 3.900 KK itu akan dipindahkan ke rumah susun (rusun) yang mana dan bagaimana cara memindahkan warga tersebut.
"Sosialisasi dan perencanaan yang tidak matang ini menyebabkan kesimpangsiuran. Kurang koordinasi antar-SKPD ini yang mungkin tidak diketahui oleh gubernur dengan baik," kata Nirwono kepada Kompas.com, Kamis (6/2/2014) di Jakarta.
Ia memberikan contoh, untuk membongkar bangunan liar di bantaran Kali Ciliwung, Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI merasa hal itu bukan tanggung jawab mereka. Mereka hanya bertugas merelokasi warga ke rumah susun. Sementara itu, Dinas Pekerjaan Umum juga merasa pembongkaran bangunan liar bukan tanggung jawab mereka. Dinas PU hanya bertugas membuat tanggul dan melakukan pembebasan lahan. Ungkapan penolakan yang sama juga diutarakan oleh Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI.
Kesimpangsiuran data dan lempar tanggung jawab antar-SKPD inilah, kata Nirwono, yang menyebabkan lurah camat setempat bingung untuk menginformasikan kepada warga. "Sekarang mumpung warga sudah mau direlokasi, koordinasi SKPD harus lebih bergerak dan diperbaiki dalam waktu singkat agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari," ujar akademisi dari Universitas Trisakti tersebut.
Lurah Kampung Melayu Bambang Pangestu mengatakan, dari 3.500 kepala keluarga di wilayahnya, hanya 150 kepala keluarga yang bersedia pindah ke rusun yang telah ada. Warga hanya mau pindah ke rusun terdekat. Warga juga meminta ganti rugi atas lahan dan rumah mereka yang akan dibongkar. (Kurnia Sari Aziza)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News