kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rencana Pengetatan Impor Dikritisi Kalangan Pengusaha


Selasa, 24 Oktober 2023 / 06:30 WIB
Rencana Pengetatan Impor Dikritisi Kalangan Pengusaha
ILUSTRASI. Rencana pemerintah untuk memperketat impor sejumlah barang dikritisi oleh kalangan pengusaha nasional.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kalangan pengusaha nasional mengkritisi rencana pemerintah untuk memperketat impor sejumlah barang.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menyebut, rencana pengetatan terhadap sejumlah barang impor dilatarbelakangi adanya keluhan dari asosiasi dan masyarakat terkait banjir produk impor di pasar tradisional dan e-commerce.

Terdapat sejumlah komoditas yang hendak dikenakan pengetatan impor. Di antaranya adalah mainan anak-anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil, obat tradisional dan suplemen kesehatan, pakaian jadi, aksesoris pakaian jadi, dan tas.

Jumlah Harmonized System (HS) Code yang diubah mencapai 327 kode pos untuk produk tertentu, pakaian jadi 328 kode pos, dan tas 23 kode pos. Selain itu, ada perubahan aturan pengawasan barang-barang yang dilarang atau dibatasi (lartas) menjadi border atau diawasi dalam kawasan pabean.

Selain itu, pemerintah juga akan melakukan pengawasan kepada importir umum yang dari awalnya post border menjadi border. Akibat perubahan tersebut, maka ada regulasi yang harus diperbaiki di sejumlah kementerian/lembaga.

Baca Juga: Kemenkeu: Barang Kiriman Impor Sudah Meningkat Sejak 2017

Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi mengatakan, pada prinsipnya GINSI tidak keberatan dengan rencana pengetatan impor sepanjang hal tersebut dikaji secara mendalam oleh pemerintah, termasuk pertimbangan dampak positif dan negatifnya.

Di sisi lain, GINSI menilai bahwa proteksi produk dalam negeri yang berlebihan justru lebih banyak mudaratnya. Sebab, hal ini akan membuat produsen lokal cenderung enggan berinovasi dan kurang kreatif dalam mengembangkan bisnisnya.

Bahkan, bisa jadi larangan impor malah membuat harga barang yang diproduksi di dalam negeri menjadi lebih mahal, karena ketiadaan kompetitor bagi pemain lokal. “Apalagi jika yang dilarang adalah bahan baku atau bahan penolong untuk sebuah industri,” tukas dia, Senin (23/10).

Subandi menambahkan, importasi biasanya terjadi karena adanya kebutuhan di dalam negeri yang tidak bisa dipenuhi oleh produsen lokal secara kualitas, varian, dan harga yang terjangkau oleh masyarakat. GINSI pun menilai bahwa pemerintah harus mau mengintrospeksi diri kenapa beberapa produk dalam negeri kurang diminati masyarakatnya sendiri.

Lantas, apabila kebutuhan produk di dalam negeri tinggi, sementara suplai dari industri lokal yang bersangkutan belum mumpuni, maka kebijakan larangan impor tidak efektif. Justru kebijakan tersebut bisa membuka celah bagi para penyelundup barang impor.

“Penyelundupan barang impor yang dilarang kecil kemungkinan berdiri sendiri hanya dilakukan para penyelundup, melainkan melibatkan aparatur yang terkait,” jelas Subandi.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Perindustrian Kadin Indonesia Bobby Gafur Umar menyatakan, langkah pemerintah sudah tepat selama yang diperketat impornya adalah produk-produk jadi yang sudah bisa diproduksi di dalam negeri.

Baca Juga: Lindungi Industri Nasional, Kemenperin Ingin Pengawasan Lartas Impor di Border

Ia memahami bahwa rencana pengetatan impor ditujukan untuk melindungi para UMKM. Apalagi, selama ini banyak produk impor yang membanjiri e-commerce dengan harga murah, namun belum tentu kualitasnya lebih baik dibanding produk lokal.

“Penerapan SNI juga harus ditingkatkan untuk memperkuat kualitas produk jadi dalam negeri dari serbuan produk impor,” imbuh dia, Senin (23/10).

Di sisi lain, Bobby turut berharap pengetatan impor tidak menyasar produk-produk yang berstatus bahan baku atau bahan penolong bagi pelaku industri. Ini mengingat masih banyak produsen dalam negeri yang membutuhkan bahan baku atau penolong impor untuk keperluan produksinya.

“Banyak sektor industri berorientasi ekspor yang bahan bakunya masih harus diimpor. Kalau itu dibatasi rasanya tidak pas,” tandas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×