kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Rencana penerbitan recovery bond dinilai berisiko, ini alasannya menurut Indef


Kamis, 26 Maret 2020 / 17:16 WIB
Rencana penerbitan recovery bond dinilai berisiko, ini alasannya menurut Indef
ILUSTRASI. ilustrasi utang


Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menjajaki rencana penerbitan jenis surat utang baru yang disebut Recovery Bond guna menopang likuiditas keuangan dunia usaha dalam menghadapi dampak wabah Covid-19 di Indonesia saat ini, serta mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Recovery Bond rencananya akan diterbitkan dalam denominasi rupiah untuk kemudian dibeli oleh Bank Indonesia (BI) atau investor swasta lain sehingga mengalirkan dana segar untuk pemerintah.  Dana dari surat utang tersebut akan disalurkan oleh pemerintah untuk dunia usaha melalui skema kredit khusus. 

Baca Juga: Pemerintah berencana terbitkan Recovery Bond untuk sokong likuiditas korporasi

Ada beberapa potensi risiko yang disoroti oleh Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto terkait wacana penerbitan Recovery Bond tersebut. 

Seperti yang diketahui, Undang-Undang (UU) tentang BI melarang pembelian SBN di pasar perdana sehingga rencana penerbitan Recovery Bond harus ditempuh dengan terlebih dahulu menerbitkan Perppu yang mengubah regulasi tersebut. 

Namun Eko menilai, ada alasan mengapa larangan BI membeli SBN di pasar perdana berlaku yaitu risiko terjadinya risiko lonjakan inflasi. 

“Kalau kemudian BI bisa membeli langsung SUN di pasar perdana, artinya BI menukarkan rupiahnya dengan surat utang sehingga jumlah uang beredar meningkat dan mendorong inflasi,” tutur Eko kepada Kontan.co.id, Kamis (26/3). 

Risiko ini cukup berbahaya di tengah disrupsi supply dan demand barang akibat wabah Covid-19 saat ini. Peran BI dalam menjaga inflasi pada sasaran target sangat penting di tengah terjadinya penurunan produksi, kenaikan permintaan sejumlah barang dan bahan pangan yang memicu kelangkaan. 

Memang, dampak terhadap inflasi menurut Eko akan sangat bergantung pada nilai emisi penerbitan surat utang baru tersebut. “Kalau nilainya puluhan sampai ratusan triliun itu pasti akan berdampak menaikkan inflasi kita,” pungkasnya. 

Risiko selanjutnya ialah terjadinya penyalahgunaan atau moral hazzard dalam pemanfaatan dana hasil penerbitan Recovery Bond tersebut oleh dunia usaha. Pemerintah berencana menyalurkan dana hasil penerbitan kepada korporasi dalam bentuk kredit usaha untuk memberikan tambahan likuiditas. 



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×