Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki masa pra pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dihantui ketidakpastian, utamanya dampak dari gejolak perekonomian global.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan, untuk jangka menengah-panjang, Pemerintah akan terus mendorong kebijakan ekonomi yang penuh kehati-hatian dan berorientasi pada reformasi struktural yang menyeluruh.
Konsolidasi kebijakan makroekonomi juga terus dilakukan, termasuk telah kembalinya tingkat defisit APBN ke level di bawah 3% PDB, satu tahun lebih cepat dari rencana awal. Konsolidasi fiskal yang terukur ini telah mendapatkan apresiasi dari banyak pihak.
Baca Juga: IMF Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Capai 5,1% pada 2023, Ini Respons Kemenkeu
“Implementasi berbagai agenda reformasi struktural Indonesia juga mendapat sambutan baik seperti reformasi perpajakan, Omnibus Law Cipta Kerja, serta Omnibus Law Sektor Keuangan yang belum lama disahkan,” tutur Febrio dalam keterangan tertulisnya, Rabu (28/6).
Ke depan, Febrio mengatakan, Indonesia berkomitmen terus memperkuat transformasi ekonomi, termasuk melalui strategi hilirisasi untuk struktur ekonomi yang lebih terdiversifikasi dan bernilai tambah tinggi.
Komitmen Pemerintah Indonesia sangat tinggi dalam menjaga stabilitas dengan tetap memberi daya dukung untuk pembangunan ekonomi jangka menengah maupun jangka panjang. Berbagai upaya reformasi akan terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi, inklusif, dan berkesinambungan.
“Seperti melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, akselerasi pembangunan infrastruktur, dan penguatan institusional,” ujarnya.
Baca Juga: Argentina Dapatkan Kredit Lebih dari US$ 1 Miliar dari Bank Dunia dan IDB
Untuk diketahui, Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 dan 2024. IMF memproyeksikan perekonomian Indonesia pada tahun 2023 bisa tumbuh 5,0% dan 5,1% pada 2024 mendatang.
IMF menyatakan, saat ini Indonesia masih perlu mewaspadai risiko eksternal yang masih tinggi, yang bersumber dari berbagai faktor.
Pertama, perlambatan ekonomi global yang dapat memberi tekanan pada harga beberapa komoditas ekspor Indonesia. Kedua, volatilitas pasar keuangan global antara lain akibat sentimen kegagalan perbankan AS dan pengetatan likuidi-tas global.
Baca Juga: Aksi Pertamina dan UGM untuk Energi Hijau dan Peningkatan Serapan Karbon
Ketiga, tensi geopolitik yang cenderung meningkat. Di sisi lain, pemulihan ekonomi Tiongkok diharapkan menguat dan tren moderasi inflasi mitra dagang Indonesia berlanjut sehingga dapat mendorong prospek ekonomi ke depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News