Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sampai dengan akhir November 2022, realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak tercatat Rp 234,75 triliun. Restitusi pajak tersebut naik 25,79% secara tahunan atau year on year (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut, realisasi restitusi pada periode laporan didominasi oleh restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri (DN) sebesar Rp 185,56 triliun atau meningkat 49,34% secara tahunan.
"Untuk rincian realisasi per jenis pajak didominasi oleh restitusi PPN DN sebesar Rp 185,56 triliun," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Neilmaldrin Noor kepada Kontan.co.id, Rabu (21/12).
Selain PPN DN, restitusi pada periode laporan juga didominasi oleh restitusi Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 sebesar Rp 41,39 triliun. Namun, realisasi ini tumbuh negatif atau terpantau turun 21,68% secara tahunan.
Baca Juga: Realisasi Restitusi Pajak Tembus Rp 234,75 Triliun Hingga November 2022
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Reasearch Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, ada tiga jenis restitusi pajak yang rutin terjadi di setiap tahunnya.
Pertama, restitusi sebagai hasil pemeriksaan pajak yang jatuh tempo pemeriksaannya di bulan November 2022. Ia bilang, restitusi jenis ini terdiri dari PPh Badan dan PPN DN.
"Jenis restitusi ini akan berkurang jika pemeriksaan pajak cenderung menghasilkan pajak kurang bayar," ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Rabu (21/12).
Kedua, restitusi sebagai hasil dari produk putusan hakim atas sengketa banding di Pengadilan Pajak yang memenangkan wajib pajak. Kondisi demikian membuat negara harus mencairkan restitusi pajak yang terdiri dari PPh Badan dan PPN.
Prianto bilang, jenis restitusi ini akan berkurang jika sengketa di Pengadilan Pajak memenangkan Ditjen Pajak.
Ketiga, restitusi pendahuluan sebagai produk kebijakan pemerintah di masa pandemi covid-19. Adapun jenis pajaknya berupa PPN DN. Tujuan kebijakan tersebut adalah agar wajib pajak khususnya perusahaan memiliki cashflow untuk operasional perusahaan di masa pemulihan ekonomi sebagai akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga: PPN Masih Jadi Tulang Punggung Penerimaan Pajak Medio Desember 2022
Dirinya menyampaikan, jenis restitusi ini akan berkurang ketika fasilitas restitusi PPN dipercepat tidak diperpanjang di 2023.
"Tren ketiga jenis restitusi tersebut akan rutin terjadi setiap tahunnya. Tapi jumlahnya bisa bervariasi," katanya.
Prianto melihat, PPN Dalam Negeri di November (-45,8%) dan Desember 2022 (-85,7%) mengalami pertumbuhan negatif.
Hal ini disebabkan peningkatan ekspor yang berakibat PPN masukannya lebih besar dari PPN ekspor.
Selanjutnya, PKP eksportir melakukan restitusi pendahuluan PPN sehingga pertumbuhannya negatif.
"Selain ekspor meningkat, penyerahan kepada pemungut PPN meningkat. Sebagai konsekuensinya, restitusi PPN juga meningkat," ucap Prianto.
Senada dengan Prianto, Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menyampaikan bahwa tingginya restitusi di periode tersebut membuat penerimaan PPN juga menurun.
Lantaran, nilai PPN yang diterima pemerintah biasanya akan terkoreksi dengan restitusi PPN yang dibayarkan kepada wajib pajak.
Wahyu bilang, ada beberapa alasan yang membuat wajib pajak biasanya mengajukan restitusi.
Pertama, memanfaatkan fasilitas restitusi PPN dipercepat yang disediakan pemerintah.
Kedua, lantaran kondisi cashflow perusahaan yang kurang baik.
Baca Juga: Penerimaan Pajak hingga Oktober 2022 Melesat, Berikut Sektor Penopangnya
Sementara itu, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, bahwa kenaikan restitusi tersebut tidak melulu terjadi menjelang akhir tahun. Dirinya bilang, tren peningkatan tersebut hanya terjadi di tahun ini saja.
Menurutnya, peningkatan tersebut lebih dikarenakan target penerimaan pajak yang telah tercapai, terlebih lagi mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Untuk diketahui, penerimaan pajak hingga 14 Desember 2022 telah mencapai Rp 1.634,4 triliun.
Kinerja perpajakan ini menembus 110,06% dari target Perpres 98/2022 sebesar Rp 1.485 triliun. Penerimaan pajak tersebut juga tumbuh 41,93% dibandingkan penerimaan tahun lalu yang mencapai Rp 1.151,5 triliun.
"Tidak juga, memang tahun ini saja (tren kenaikannya)," ucap Fajry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News