Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga April 2025 tercatat sebesar Rp 153,3 triliun, turun 24,59% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 203,3 triliun.
Peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi menilai, tren ini menunjukkan adanya tekanan struktural dan eksternal yang cukup serius terhadap sumber penerimaan negara.
Baca Juga: Kinerja PNBP Dinilai Masih akan Menghadapi Tekanan, Ekonom Ini Beberkan Penyebabnya
"Dengan dua faktor utama, yaitu anjloknya harga komoditas global, seperti batu bara, minyak mentah, dan crude palm oil (CPO), yang selama ini menyumbang sebagian besar dari PNBP sektor sumber daya alam (SDA)," tutur Badiul kepada Kontan.co.id, Minggu (25/5).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, harga minyak global mencapai US$ 64,9 per barel pada Mei 2025 (data penutupan 21 Mei 2025).
Harga minyak ini tercatat turun 2,9% month to month (MtM), turun 13% year to date (YtD), dan turun 14,5% year on year (YoY).
Harga CPO tercatat sebesar US$ 914,4 per ton. Angka ini turun 2,5% MtM dan 16,9% YtD, meskipun masih naik 19,7% YoY.
Sementara harga batubara tercatat sebesar US$ 100,4 per metric ton, turun 19,8% YtD dan 20,1% YoY, meski naik 5,7% MtM.
Menurut Badiul, kinerja PNBP ke depan akan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor eksternal dan domestik.
Baca Juga: Realisasi PNBP Hingga April 2025 Tercatat Turun, Hanya Mencapai Rp 153,3 Triliun
Dari sisi eksternal, harga komoditas yang cenderung menurun akibat normalisasi pertumbuhan ekonomi global serta oversupply di beberapa sektor seperti nikel dan batu bara, turut menekan potensi PNBP.
"Permintaan dari China juga melemah, yang semakin memperparah tekanan terhadap harga dan volume ekspor komoditas unggulan Indonesia," jelasnya.
Selain itu, kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS) juga berpotensi menekan ekspor komoditas strategis Indonesia, terutama yang belum memiliki nilai tambah tinggi.
Jika diterapkan, tarif ini bisa menurunkan volume dan nilai ekspor, yang berdampak pada royalti dan iuran ekspor sebagai komponen utama PNBP.
Di sisi domestik, struktur PNBP yang belum kuat juga menjadi tantangan utama. Badiul menilai, basis penerimaan yang masih rapuh, seperti ketergantungan pada SDA yang rentan terhadap fluktuasi harga, keterbatasan mekanisme retribusi atas aset dan layanan publik, serta reformasi fiskal yang memisahkan dividen BUMN dari PNBP, mempersempit ruang penerimaan negara.
Baca Juga: Target Setoran PNBP SDA Rp 217,96 Triliun Sulit Tercapai, Ini Penyebabnya
Maka dari itu, ia mendorong pemerintah melakukan langkah-langkah strategis untuk memperkuat PNBP di masa mendatang, termasuk melalui diversifikasi sumber penerimaan.
Badiul menjabarkan sejumlah langkah penting, di antaranya optimalisasi sumber PNBP non-SDA seperti layanan perizinan, jasa kementerian/lembaga, sektor transportasi dan logistik, hingga potensi dari sektor pariwisata dan ekonomi digital.
Ia juga menekankan pentingnya efisiensi dan transparansi dalam pemungutan PNBP, serta mendorong hilirisasi industri.
"Tak kalah penting adalah penguatan kerangka regulasi, termasuk revisi regulasi lama agar sesuai dengan model bisnis baru seperti ekonomi digital, data center, energi hijau, dan pemanfaatan skema public service fees yang tidak membebani masyarakat, tapi tetap memberi kontribusi pada kas negara," papar Badiul.
Ia mencatat, dalam dua tahun terakhir PNBP menunjukkan tren penurunan. Pada 2023, PNBP mencapai capaian tertinggi dalam lima tahun terakhir, yakni Rp 579,5 triliun. Namun pada 2024 turun menjadi Rp 441 triliun.
Baca Juga: Setoran Dividen BUMN Beralih ke Danantara, DPR Usul Revisi UU PNBP
Untuk tahun 2025, Badiul memperkirakan realisasi PNBP hanya akan mencapai Rp 350 triliun, atau sekitar 68,15% dari target dalam APBN 2025 yang sebesar Rp 523,6 triliun.
"Proyeksi ini didasarkan pada pendekatan proporsional dari tren empat bulan pertama (Januari–April 2025), disesuaikan dengan penurunan harga komoditas dan dihilangkannya komponen dividen BUMN dalam PNBP," tandasnya.
Selanjutnya: IHSG Melejit pada Mei 2025! Tapi Waspadai Aksi Profit Taking Juni Mendatang
Menarik Dibaca: 5 Langkah Cerdas Memulai Menabung di Tahun 2025 yang Bisa Dilakukan Siapa Saja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News