Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - YOGYAKARTA. Realisasi investasi langsung di Indonesia nampaknya semakin moncer. Hal tersebut tercermin dari data teranyar Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM).
Berdasarkan data BKPM realisasi investasi pada kuartal III 2019 ini mencapai Rp 205,7 triliun atau tumbuh sebesar 18,4% bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2018 yang sebesar Rp 173,8 miliar.
Baca Juga: Ekonomi global melambat, ini permintaan Sri Mulyani kepada pengusaha Indonesia
Bila dirinci realisasi penanaman modal asing (PMA) berkontribusi paling tinggi yakni 51,04% atau setara dengan Rp 105 triliun. Beda tipis sumbangsih realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) di level 48,96% sama dengan Rp 100,7 triliun.
Ekonom BCA David Sumual mengatakan pencapaian realisasi investasi yang positif karena kembalinya kepercayaan diri investor dengan arah politik yang sudah jelas di mana kabinet baru sudah terbentuk dan arah kebijakan dalam lima tahun ke depan sudah jelas.
Sebab, dari akhir tahun lalu sampai awal tahun 2019 gejolak pesta demokrasi menjadi sentimen investasi di Indonesia. “Survei BCA terkait kepercayaan diri pebisnis naik sektor manufaktur naik tapi baru sebatas ekspektasinya,” kata David.
Lebih lanjut menurutnya, gairah investor semakin menggeliat karena banyak kebijakan baru dari pemerintah seperti insentif super deductable tax untuk riset dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang membuat mereka confidence investasi lagi.
Namun, menurut David sepertinya realisasi FDI sampai dengan akhir tahun 2019 sulit mencapai target sebesar Rp 792 triliun. Alasannya, tren pertumbuhan FDI di tahun ini cuma naik tipis. Realisasi FDI kuartal III-2019 naik 2% dari kuartal II-2019.
Baca Juga: BI: Bauran kebijakan moneter bantu dorong investasi langsung
Menurut David di sisa waktu dua bulan nampaknya target tersebut hanya mimpi, karena hampir seluruh negara mengandalkan investasi langsung untung mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sementara peringkat kemudahan investasi di Indonesia tidak menunjukkan pemulihan. Teranyar, Bank Dunia merilis laporan Ease of Doing Business di mana Indonesia stagnan di peringkat 73. Sementara, negara tetangga seperti Singapura berada di peringkat kedua dan Malaysia di peringkat kedua belas.
“Laporan dari lembaga internasional jelek, Indonesia butuh perbaikan regulasi dan birokrasi, mungkin menunggu omnibus law,” ucap David.
Namun demikian, David meramal masa depan investasi langsung di pada tahun depan masih cukup prospektif bila tidak ada arah melintang. Kata David, Indonesia bakal dapat limpahan investasi dari Vietnam.
Karenanya saat ini iklim investasi di Vietnam semakin abu-abu. Dari sisi fasilitas dan infrastruktur investasi di sana sudah tidak sanggup secara kapasitas, jalan, dan pelabuhan. “Sudah tidak cukup pasti akan ada limpahan ke Indonesia,” kata David.
David mengatakan kontrak pengiriman barang dari Vietnam ke mitra dagang saat ini macet di pelabuhan karena bawaan yang membludak, tapi kapasitas minim. David menambahkan di Vietnam banyak membangun infrastruktur tapi tidak masih lebih sedikit dibanding Indonesia dalam lima tahun ke belakang.
Baca Juga: Hadapi tantangan ekonomi, BI berkomitmen jaga stabilitas sistem keuangan
“Di Indonesia proyek infrastruktur sudah mulai rampung seperti Pelabuhan Patimban, perluasan di Pelabuhan Tanjung Priok, jalan tol juga menjalar. Limpahannya kemungkinan di tahun depan,” terang David.
Di sisi lain, David bilang soal aturan atau hukum, lahan, dan negosiasi harga akan menjadi pertimbangan investor asing menanamkan modalnya. Seiring dengan perbaikan kebijakan, David optimistis tahun depan realisasi FDI akan gemilang terutama di sektor manufaktur dan sektor jasa.
Catatannya sektor pendidikan dan teknologi serta kesehatan perlu didorong oleh pemerintah agar sejalan dengan arahan presiden menciptakan SDM yang unggul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News