Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) mencatatkan realisasi impor sapi tahun ini hingga 27 April telah mencapai 127.637 sapi. Dengan demikian, jumlah stok sapi yang ada hingga tanggal tersebut adalah 155.312 ekor sapi.
"Jumlah itu untuk Lebaran dan tiga bulan ke depan," kata Wakil Koordinator Dewan Gapuspindo Didik Purwanto kepada KONTAN, Jumat (4/5). Menurutnya, sapi membutuhkan waktu setidaknya 3-4 bulan setelah mendarat di Indonesia sebelum dapat dipotong untuk konsumsi.
Dengan perhitungan tersebut, maka suplai nasional sapi untuk empat bulan ke depan diperkirakan sekitar 40.000 ekor sebulan. Menurutnya, angka impor sapi bakalan yang dihimpun oleh Gapuspindo mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu.
Menurut data mereka, stok sapi 30 April 2017 adalah 199.212 ekor dan realisasi impor sampai 30 April 2017 sebanyak 141.935 ekor. Jadi semuanya masih lebih besar dibanding tahun 2018.
Hal tersebut karena adanya pengimpor sapi melihat tekanan dari masuknya impor daging kerbau India dan harga sapi Australia yang masih relatif tinggi. Tak hanya itu, aturan pemerintah soal skema impor dengan rasio 1:5 pada pengusaha feedloter memberatkan kinerja mereka. Jadi, untuk setiap pelaku usaha yang mengimpor lima ekor sapi, maka sebanyak empat ekor merupakan sapi bakalan dan satu ekor sapi indukan.
Dengan kalkulasi tersebut maka pada setiap periode pengiriman terdapat 20% kandang ternak yang diisi oleh sapi indukan, kemudian bertambah 20% lagi berkat pengiriman berikutnya. Akibatnya, akan terjadi suatu kondisi dimana sapi indukan bakal memenuhi kandang dan menjadi aset yang memberatkan pengimpor yang menyuplai rumah jagal.
Adapun Gapuspindo sudah berulang kali meminta pemerintah untuk mengkaji aturan skema 1:5 tersebut, namun tidak mendapatkan balasan yang mereka harapkan. Padahal industri feedloter memiliki rantai bisnis yang panjang dan bisa memberikan banyak manfaat bagi ekonomi sekitar. Misalnya dapat merekrut tenaga kerja, meningkatkan bisnis distribusi dan transportasi serta sektor pakan ternak.
"Bila dibandingkan dengan cold storage yang hanya diperlukan oleh pengimpor daging, multiplyer effect dari feedloter sangat besar, namun sekarang kondisinya berat sekali bagi kami," kata Didik.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan mengkonfirmasi kecilnya realisasi impor sapi bakalan pada periode ini. Walau belum memiliki data lengkapnya, ia perkirakan angka tersebut pada periode ini juga kecil karena terpukul oleh akibat persaingan dengan impor daging frozen dan karena adanya kekhawatiran akan aturan 1:5.
"Masalahnya, harga daging dibawah Rp 80.000 harus tersedia di masyarakat, maka pemerintah mengantisipasinya dengan impor," kata Oke. Namun kembali lagi, hal tersebut tidak menjadi jawaban yang menyelesaikan masalah feedloter. Tapi memang, urusan sapi adalah soal impor di atas impor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News