Reporter: Agus Triyono, Handoyo, Sinar Putri S.Utami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Baru sehari disahkan menjadi Undang-Undang (UU), UU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) langsung menuai kritik. Kritik keras datang dari para pengusaha dan pekerja yang terkena kewajiban baru untuk membayar iuran perumahan.
UU Tapera mewajibkan: perusahaan dan pekerja, baik di perusahaan maupun bekerja mandiri yang memiliki gaji di atas upah minimum untuk menyisihkan gaji untuk pembiayaan rumah bagi pekerja yang belum memiliki rumah.
Besaran iuran, jika sesuai dengan saat pembahasan UU ini antara pemerintah dan parlemen besarannya mencapai 2,5% bagi pekerja dan 0,5% bagi perusahaan. Kelak, peserta Tapera yang sudah memiliki rumah dan memiliki penghasilan di atas upah minimum mendapatkan manfaat dari keuntungan investasi setelah memasuki pensiun.
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang Indonesia memprotes keras beleid baru yang berlaku dua tahun mendatang ini. Apindo bahkan akan menggugat ke Mahkamah Konstitusi dalam waktu dekat.
"Anjuran kami tidak didengar, satu-satu jalannya judicial review," tandas Iftida Yasar, Wakil Sekretaris Umum Apindo. Proses uji materi kini dalam tahap persiapan dan meminta masukan dari beberapa pihak untuk penguatan.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menilai tak ada urgensi pembuatan UU Tapera ini. Pasalnya, iuran sejenis ini sudah diatur dalam skema pembiayaan perumahan Bank Tabungan Negara dan di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
"Jadi kenapa tak dimaksimalkan fasilitas yang ada?" kata Adhi kepada KONTAN.
Protes menguar juga datang dari kalangan profesional, termasuk pekerja mandiri. Mereka menolak membayar iuran ini.
"Seharusnya, tugas penyediaan rumah bagi orang miskin itu tugas negara, bukan dibebankan ke masyarakat, golongan menengah," ujar Imam Ratrioso, psikolog yang bekerja untuk untuk perusahaan lokal dan asing.
Kata dia, pemerintah dan DPR konyol dengan membebankan penyediaan rumah masyarakat miskin ke golongan menengah dan perusahaan. Padahal, golongan menengah saat ini terpukul dengan kenaikan upah yang mini, sementara beban bertambah berat.
Protes keras juga datang dari Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman. Irman yang kemarin bertemu dengan pengusaha properti di Real Estat Indonesia (REI) dan Apindo menyebut: "UU Tapera cacat formal karena DPD tidak dilibatkan dalam pembahasan UU ini."
Irman curiga, UU ini hanya menguntungkan segelintir pihak, yakni manajer investasi. Pasalnya, dalam UU Tapera disebutkan, dana Tapera akan dikelola manajer investasi yang akan ditunjuk oleh Badan Pengelola Tapera.
CEO Property Watch Ali Tranghanda menyebut, jika manajer investasi rugi, dana rakyat jadi taruhan. "UU Pasar Modal melindungi manajer investasi, tidak peserta Tapera," kata Ali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News