Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Handoyo .
Meski Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menyatakan melarang 'ijon pajak', dalam pelaksanaannya, praktik ini tetap saja berlangsung dari tahun ke tahun. Bukti nyatanya adalah Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2020 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengungkap adanya pembayaran PPh Pasal 25 untuk tahun pajak 2020 yang diakui sebagai penerimaan pajak tahun 2019.
BPK di dalam laporannya mendapati praktik itu dilakukan kepada 944 wajib pajak di 20 kantor wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak pada periode November hingga Desember 2019. Hasilnya, terjadi kenaikan pembayaran PPh Pasal 25 hingga 303,89% di periode tersebut. Menurut pemeriksaan BPK, peningkatan tersebut disebabkan wajib pajak telah membayar angsuran PPh Pasal 25 lebih dari satu kali.
Pada 1-15 Desember 2019, wajib pajak membayar untuk masa pajak November 2019 yang jatuh tempo pembayarannya pada 15 Desember 2019. Ternyata, di akhir Desember, wajib pajak kembali melakukan pembayaran kedua dan ketiga, untuk masa pajak Desember 2019 dan masa pajak Januari 2020, yang seharusnya dibayarkan pada 15 Januari 2020 dan 15 Februari 2020.
Berdasarkan data Modul Penerimaan Negara (MPN), wajib pajak yang sudah membayar dua kali pada Desember 2019 tidak lagi membayar angsuran PPh Pasal 25 pada Januari dan Februari 2020. Hal tersebut, menurut BPK, mengindikasikan ada percepatan pembayaran PPh Pasal 25 yang berdampak pada total penerimaan pajak tahun 2019.
Baca Juga: Anggaran dana bagi hasil TKDD tahun 2021 dialokasikan sebesar Rp 101,96 triliun
Menurut Prianto, perbedaannya tahun ini aparat pajak tampaknya tak bisa lagi mengandalkan 'ijon pajak' lewat percepatan pembayaran PPh Pasal 25 lantaran penerimaan pajak yang anjlok akibat pertumbuhan ekonomi yang negatif. Realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2020 lalu merosot 18,8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Penurunan realisasi ini bahkan lebih dalam dibandingkan dengan akhir bulan sebelumnya yang sebesar 16,9%.
Sadar dengan kondisi wajib pajak yang masih sulit, informasi yang diperoleh Pratama-Kreston TRI, praktik 'ijon pajak' lewat percepatan pembayaran PPh Pasal 25 tahun ini kabarnya hanya berupa 'imbauan' untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Syaratnya, "Selama tidak mengganggu arus kas (cash flow) dan rasio keuangan dari perusahaan," kata Prianto.
Dari perspektif reformasi perpajakan, menurut Prianto, penurunan praktik 'ijon pajak' dan ramainya penerbitan SP2DK sesungguhnya merupakan sinyal yang positif, bahwa Ditjen Pajak memilih untuk mengejar realisasi penerimaan pajak lewat praktik yang memang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ditambah lagi, jika SP2DK diterbitkan karena limpahan data yang diperoleh Ditjen Pajak sebagai hasil dari pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau automatic exchange of information (AEoI).
Di sisi lain, masih adanya 'praktik luar biasa' untuk menggenjot realisasi penerimaan di akhir tahun bermakna di saat wajib pajak seharusnya menikmati liburan akhir tahun, "Sewaktu-waktu bisa saja malah mendapat 'surat cinta' dari Ditjen Pajak," ujar Prianto.
Selanjutnya: OJK mengklaim stabilitas sektor keuangan di November mulai pulih
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News