Reporter: Gloria Natalia, Fitri Nur Arifenie | Editor: Edy Can
jakarta. Perseteruan PT Fukuafu Indah dan PT Newmont Nusa Tenggara (NTT) semakin memanas. Perusahaan milik Jusuf Merukh ini bakal menggugat perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut, baik secara pidana maupun perdata.
Soalnya, Pukuafu menilai, Presiden Direktur NTT Martiono Hadianto telah mengabaikan somasi yang dilayangkan Fukuafu pada 16 Agustus 2010 lalu. Dalam somasi itu, Fukuafu menolak dan mendesak manajemen NTT untuk membatalkan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 19 Agustus lalu yang meminta persetujuan pemegang saham untuk melepas 1,3 miliar lembar saham NTT ke publik.
Fukuafu Indah menilai, RUPSLB tersebut melanggar ketentuan Kontrak Karya Pertambangan tahun 1986 dan Perjanjian Jual Beli atau Sales Purchase Agreement (SPA) divestasi saham 31% antara Newmont Indonesia Limted (NIL) dan Nusa Tenggara Mining Corporation (NTMC) dengan Pukuafu Indah.
Kuasa Hukum Pukuafu Indah Wisye H. Koesoemaningrat menyatakan, somasi yang dilayangkan kliennya sama sekali tidak digubris oleh NTT dengan tetap menggelar RUPSLB. Sehingga, "Kami akan lanjutkan dengan gugatan perdata maupun pidana," tegasnya dalam siaran pers, Sabtu (21/8) lalu.
Untuk mengambil setiap keputusan, Wisye menegaskan, direksi NTT harus mengajukan terlebih dahulu kepada Presiden Direktur Pukuafu Indah untuk memperoleh persetujuan.
Apalagi, sejak 4 Agustus 2010 lalu, semestinya NIL dan NTMC sudah menjual seluruh saham divestasi sebanyak 31% kepada Pukuafu Indah. Sehingga, Pukuafu menjadi pemegang saham mayoritas sebesar 51%, NIL 27,5% dan NTMC 21,5%.
Dalam RUPS tertanggal 21 Mei 2007, NIL dan NTMC sudah menyetujui penjualan saham divestasi 3% tahun 2006 dan 7% tahun 2007 ke Pukuafu Indah. Penjualan saham itu disusul dengan SPA saham divestasi 7% tahun 2008 sebagai transaksi lunas.
Namun, "NIL dan NTMC tidak mengindahkan keputusan RUPS itu dan belum menyerahkan saham divestasi 17% dan selanjutnya 14% tahun 2009 dan 2010, yang secara hukum telah sah menjadi hak Pukuafu," kata Wisye.
Dengan begitu, Wisye mengatakan, seharusnya Pukuafu Indah sudah menjadi pemegang saham mayoritas dan manajemen NNT tidak berhak sama sekali memutuskan segala sesuatu tanpa persetujuan Pukuafu Indah.
Bersifat lex specialis
Menurut Wisye, sejak permohonan provisi Pukuafu soal saham divestasi 31% di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dikabulkan dengan konsekuensi saham divestasi itu harus dikembalikan kepada kliennya sehingga saham pemegang asing berkurang menjadi tinggal 49% saja, rencana penawaran saham perdana ke publik (IPO) NTT itu lantas mencuat.
Tapi, IPO justru menyebabkan asing kembali menjadi mayoritas dalam komposisi pemegang saham NNT. Ini jelas bertentangan dengan Kontrak Karya yang sifatnya lex specialis, di mana pihak nasional menjadi mayoritas setelah tahun kelima.
Sehingga, kepemilikan saham NIL dan NTMC tidak boleh lebih dari 49%, sedang pihak nasional minimal 51%. "Kontrak Karya itu lex specialis, tidak tunduk pada hukum lain atau berubah-ubah sesuai perubahan hukum lainnya," ungkap Wisye.
Manajer Hubungan Masyarakat NNT Kasan Mulyono menolak mengomentari hal ini. Yang jelas, "NNT selalu mematuhi semua ketentuan dalam proses divestasi dan berkomitmen untuk menyelesaikan proses divestasi sesuai jadwal," tegas Kasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News