Reporter: Uji Agung Santosa | Editor: Test Test
JAKARTA. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP) menyesalkan sikap Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) yang mengancam bakal menghentikan pengerjaan pembangunan konstruksi. Menurut LKPP, jika ancaman itu benar-benar dilaksanakan maka tidak hanya negara saja yang akan rugi namun juga masyarakat dan kontraktor sendiri.
Sekertaris Utama LKPP Agus Rahardjo mengatakan bahwa negara akan sangat merugi jika para kontraktor tersebut benar-benar merealisasikan ancamannya, karena negara terpaksa akan melaksanakan lelang ulang yang banyak membutuhkan dana dan waktu. Namun bagi kontraktor sendiri, hal itu juga akan sangat merugikan karena mereka akan di black list dari tender pemerintah.
"Jika mereka menyalahi kontrak, mundur atau putus kontrak, maka selama dua tahun mereka tidak akan bisa mengikuti lelang pemerintah. Itu sudah ada dalam peraturan tentang tender dan sangat fatal," kata Agus Rahardjo di Jakarta, Senin (11/8). Selain tidak boleh ikut lelang selama 2 tahun, pemerintah juga akan menarik (mencairkan) bid bond (jaminan lelang) sebesar 1%-3% dari nilai lelang yang disetorkan pengusaha ke pemerintah. Jika pengusaha itu keluar sebagai pemenang lelang maka jaminan pelaksanaan (performance bond) sebesar 5% dari nilai kontrak (HPS) yang ditawarkan juga akan dicairkan pemerintah.
Seperti diketahui, saat ini antara LKPP, Departemen Pekerjaan Umum (DPU) dan asosiasi kontraktor (LPJKN) sedang bersitegang masalah perlu tidaknya memberikan eskalasi harga terhadap proyek-proyek pemerintah satu tahun berjalan. LKPP secara resmi sudah mengajukan rekomendasi kepada Bappenas dan Menteri Keuangan agar tidak memberikan eskalasi, sedangkan DPU dan LPJKN tetap meminta agar eskalasi diberikan. Bahkan LPJKN mengancam bakal menghentikan proyek jika eskalasi tidak diberikan, termasuk mengadukan masalah ini kepada Wakil Presiden.
Agus meminta agar asosiasi kontraktor dan DPU untuk tetap berpegangan pada Keputusan Presiden Nomor 18/2003 tentang Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Publik. "Ini sebetulnya hanya bagaimana cara kita memahami peraturan. Karena PU misalnya, memahami kondisi saat ini sudah masuk kategori force majeure. Padahal yang dipahami LKPP dengan mengacu pada Keppres, kondisi sekarang belum masuk kategori tersebut," ujar Agus. Itulah sebabnya Agus merekomendasikan tidak adanya eskalasi karena alasan permohonan eskalasi tidak sesuai dengan prasyarat yang ditentukan dalam Keppres Nomor 80/2003 tentang kondisi force majeure. Penolakan penerapan eskalasi juga diperkuat oleh Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) Badan Pusat Statistik.
Pada data IHPB Indonesia periode Januari 2007 hingga Juni 2008 dibandingkan tahun 2000 (indeks untuk tahun 2000=100) terus menunjukkan tren kenaikan harga pada sejumlah bahan-bahan material konstruksi. Data IHPB mencantumkan ada enam bahan material utama yang mengalami kenaikan. Batu misalnya, jika pada tahun 2000=100 maka per Juni 2007 harganya 273,03 dan pada Juni 2008 kenaikannya menjadi 374,22. Kenaikan juga terjadi pada pasir, aspal, semen, ready mix dan besi beton.
"
Namun kenaikannya hampir sama dengan 2007 sehingga kenaikan ini seharusnya dicermati sejak awal dan diterima kontraktor, terutama untuk tahun tunggal karena kenaikan harga menjadi bagian yang diperhitungkan sebagai risiko kontrak selama setahun," papar Agus.
Pemberian eskalasi juga akan menambah jebolnya anggaran pemerintah. Saat ini anggaran DPU sebesar Rp 34 triliun, sehingga kalau ada eskalasi 5% saja, maka ada beban tambahan paling tidak sebesar Rp 1,5 triliun hanya untuk satu departemen saja.
Bahan Bangunan | Jan-07 | Jan-08 | Jun-08 | Jan07- Jan 08 | Jan 08- Jun 08 |
Batu | 260.10 | 314.45 | 374.22 | 21% | 19% |
Pasir | 269.54 | 339.9 | 408.96 | 26% | 20% |
Aspal | 251.61 | 287.21 | 327.18 | 14% | 14% |
Semen | 173.30 | 202.34 | 226.18 | 17% | 12% |
Ready Mix | 218.18 | 222.26 | 250.80 | 2% | 13% |
Besi Beton | 222.57 | 340.69 | 445.09 | 53% | 31% |
Sumber : BPS |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News