Reporter: Handoyo | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Implementasi Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) diproyeksikan bakal menjadi potensi konflik baru antara pemberi kerja dan pekerja. Pasalnya, kedua belah pihak merasa keberatan dan enggan menambah beban tambahan dalam mengiur Tapera.
Kalangan pekerja merasa saat ini jumlah potongan terhadap gaji mereka sudah terlampau banyak. "Adanya Tapera akan menjadi beban pekerja lagi. Dengan upah minimum yang diterima oleh pekerja saja sudah mepet," ujar Kasiran, Ketua Bidang Pengupahan DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), akhir pekan lalu.
Adanya beleid ini berpotensi membuat hubungan antara pemberi kerja dan pekerja menjadi semakin tidak harmonis. Seperti diketahui, persoalan upah minimum saja sejauh ini belum dapat terselesaikan kedua belah pihak. Adanya peket-paket kebijakan tentang ketenagakerjaan juga dirasa menambah keruh keadaan.
Kasiran sendiri sebenarnya mendukung langkah pemerintah untuk menyediakan perumahan layak bagi pekerja. Pihaknya meminta agar skema pembiayaan diperhitungkan tanpa memberatkan pekerja. "Kalau tanggungan iuran dibebankan pada pengusaha silahkan saja," kata Kasiran.
Meski tidak merinci, saat ini beban potongan gaji pekerja setiap bulannya mencapai kurang lebih 3%. Jumlah tersebut digunakan untuk membayar berbagai iuran seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal bilang, rumah adalah kebutuhan primer yang sekarang ini sudah menjadi barang mewah. Rumah juga merupakan perlindungan dasar wajib atau sosial protection floor selain jaminan kesehatan, jaminan pensiun, jaminan kerja, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua dan pendidikan.
Meski demikian, kalangan pekerja meminta dengan tegas kepada pemerintah bila iuran yang dibayarkan oleh pihak pekerja nilainya harus seimbang dengan pengusaha dan tidak memberatkan. Misal pengusaha membayar 1,5% dan buruh 1,5% bila perhitungan total 3% dari gaji.
Dalam keanggotaan Badan Pengelola (BP) Tapera, perwakilan pekerja juga harus diakomodir. Pasalnya, pekerja merupakan pengiur terbesar dari program Tapera. Sehingga wajar bila ada perwakilan didalam keangotaan badan tersebut.
Program Tapera juga harus memberikan kepastian kepemilikan rumah setidaknya setelah 10 tahun kepesertaan. Dengan demikian, buruh tidak harus menunggu sampai pensiun untuk mendapatkan rumah. "Pemerintah wajib memastikan rumah dalam kondisi ready stock," ujar Said.
Beban besar atas tanggungan program baru ini telah disuarakan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) jauh-jauh hari. Meski pemerintah belum secara resmi menetapkan besaran jumlah iuran yang harus ditanggung antara pemberi kerja dan pekerja, namun tekanan dari buruh atas tuntutan kenaikan gaji atau pembebanan pembayaran iuran Tapera kepada pemberi kerja akan terjadi.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, ditenah kondisi perekonomian yang sulit ini segala bentuk iuran akan menjadi beban pengusaha. Untuk saat ini saja, setidaknya total pungutan yang dibebankan kepada pengusaha mencapai 34,79%.
Bila tambahan dengan iuran Tapera yang saat ini diperhitungkan sebesar 0,5% kepada pemberi kerja maka daya saing industri domestik semakin jauh tertinggal. Apindo sendiri lebih mendorong agar program Tapera ini digabung menjadi satu antara program-program perumahan serupa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News