Reporter: Risky Widia Puspitasari | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Uni Emirat Arab masih melihat sebelah mata produk-produk Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Achmad Widjaja, Komite Tetap Kadin Indonesia Bidang Standarisasi dan Mutu Produk.
"Entah kenapa banyak kendala kalau produk kita mau masuk ke Arab, mungkin dianggap belum berkembang atau bagaimana," ujarnya di Jakarta, Selasa (8/4).
Produk Indonesia dianggap masih sekadar produk domestik. Padahal banyak produk Indonesia yang juga sudah ada di bisnis internasional, Danone misalnya.
Mereka melihat Indonesia punya potensi besar, tapi tidak berani melebarkan sayap ke ekspor. Apalagi dengan nilai dolar Amerika Serikat (AS) yang tinggi, membuat UKM memilih berjualan di dalam negeri daripada di luar.
Anggapan ini sebenarnya juga menjadi tantangan bagi Indonesia, agar pelaku usahanya tidak melulu mengurus pasar dalam negeri dan harus jeli melihat pasar luar negeri.
"Memang harus ada keseimbangan, apalagi menjelang masyarakat ekonomi asean, persaingan akan semakin ketat," jelasnya.
Tawaran dari Otoritas Kawasan Industri Zona Bebas Jebel Ali (Jafza), Dubai, Uni Emirat Arab pun dianggap positif. Karena mereka bisa membantu pengembangan mutu produk agar layak di pasar internasional.
Hal senada diungkapkan oleh Hadi K Purwadaria, Divisi Internasional Asosiasi Inkubator Bisnis Indonesia. Proses inkubasi akan membuat produk UKM Indonesia layak bersaing di pasar internasional.
"Prosesnya sekitar enam hingga dua belas bulan, sewa tempat pun cukup murah sekitar lima ratus juta per tahun," katanya, di Jakarta, Selasa (8/4).
Dalam proses inkubasi, UKM akan didampingi dan diberi pelatihan hingga mandiri. Jafza merupakan wilayah utama industri di Dubai.
Sekitar 1600 perusahaan multinasional menggunakan untuk memasarkan produknya ke seluruh dunia. Nilai perputaran uang disana sekitar US$ 90 miliar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News