kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Presiden terbukti berlebihan soal isu kudeta


Selasa, 26 Maret 2013 / 09:41 WIB
Presiden terbukti berlebihan soal isu kudeta
ILUSTRASI. Film horor Thailand The Medium, karya sutradara Banjong Pisanthanakun


Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Isu kudeta yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terbukti tak terjadi. Hal ini semakin menunjukkan bahwa Presiden terlalu berlebihan menanggapi wacana ketimbang fokus bekerja dan menyelesaikan masalah bangsa.

Hal ini diungkapkan Airlangga Pribadi, pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, Senin (25/3/2013) di Jakarta. "Respons Presiden yang seakan 'curhat' kepada masyarakat terbukti berlebihan."

Isu itu, kata Airlangga, tidak muncul dari kekuatan-kekuatan aktor politik utama di Indonesia. Semestinya, Presiden cukup mendengarkan pandangan tokoh-tokoh yang dianggap aktor oposisi strategis. Sebab, kenyataannya isu kudeta ini muncul akibat Presiden kurang responsif menghadapi aspirasi-aspirasi akar rumput.

Secara terpisah, Arie Sudjito, pengajar FISIP Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, akhir pekan lalu di Yogyakarta, menilai sikap berlebihan ini kontraproduktif. "Curhat" mengenai isu kudeta hanya menunjukkan bahwa Presiden resah.

Padahal, Airlangga dan Arie sepakat bahwa rakyat memerlukan pemimpin kuat, bukan pemimpin cengeng. Rakyat bukan tempat "curhat" dan sudah menghadapi banyak masalah, seperti melambungnya harga daging, bawang, dan cabai.

Kalaupun ada gejala kudeta, kata Arie, semestinya ada analisis tajam dan tidak perlu diumbar ke publik. Sebelum ini, menjelang Pemilu Presiden 2009, SBY pernah melontarkan isu teror bom. Padahal, hal itu tak terbukti dan hanya hipotesis.

Hal ini, kata Arie, menimbulkan ketidakpastian baru dan tidak efektif untuk melahirkan simpati. Sebab, rakyat memahami Presiden mempunyai otoritas dan bisa bertindak sesuai konstitusi. Memainkan posisi sebagai pihak teraniaya, lanjut Airlangga, mungkin strategi yang pas pada Pemilu 2004.

Namun, untuk Pemilu 2014, hal ini malah akan melunturkan dukungan atas kekuatan politiknya seperti Partai Demokrat. Bahkan, isu kudeta mengesankan penguasa panik.

Semestinya SBY membangun warisan baik di akhir pemerintahannya. Karenanya, Presiden selayaknya fokus pada pengelolaan negara yang lebih baik. Waktu Presiden tidak perlu tersita pada hal-hal yang tidak perlu, seperti intervensi Partai Demokrat dan kini isu kudeta. Lebih baik Presiden membenahi ketimpangan masyarakat yang masih tinggi meskipun pertumbuhan ekonomi terkesan baik. (Nina Susilo/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×