kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Presiden Jokowi: Krisis Pangan Mengancam, Mandiri Pangan Harus Jadi Peluang


Sabtu, 11 Juni 2022 / 15:08 WIB
Presiden Jokowi: Krisis Pangan Mengancam, Mandiri Pangan Harus Jadi Peluang
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo menyebut krisis pangan mengancam, mandiri pangan harus jadi peluang.


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperingatkan krisis pangan adalah peringatan yang nyata. Kondisi ini akan berdampak terhadap belasan juta orang bakal kelaparan. 
“Hati-hati dengan masalah ini. Jika kita tidak mandiri pangan akan membahayakan negara kita sendiri,” ujar Presiden Jokowi dalam sambutan peringatan HUT ke 50 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Jumat (10/6)  lalu. 

Kata Presiden, banyak negara yang kini mulai membatasi ekspor. Sebanyak 22 negara telah memutuskan menyetop ekspor pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Untuk itu, Jokowi mengajak para pengusaha yang tergabung di Hipmi untuk bergelut dalam bisnis pangan.

"Dari tiga negara yang sudah setop ekspor pangan sekarang sudah menjadi 22 negara sehingga kemandirian pangan ini sangat penting. Saya mengajak seluruh anggota Hipmi untuk masuk ke bidang ini,” ujar Presiden. 

Presiden menyebut, salah satu komiditas yang kurang adalah jagung. Kata Jokowi, pemerintah masih memiliki tugas untuk menekan angka impor, salah satunya komoditas pangan jagung yang mencapai 800.000 ton. 

Baca Juga: Bisa Jadi Pangan Alternatif, Pemerintah Ajak Pakar Kembangkan Budidaya Sorgum

"Jagung, tujuh  tahun yang lalu kita masih impor jagung 3,5 juta ton dari luar. Data terakhir, di kuartal I 2022 saya lihat impor kita sudah diangka 800.000 ton. Artinya turun sangat drastis. Tapi, kita  masih ada pekerjaan rumah, 800.000 tadi harus diselesaikan," ungkap Presiden.

Peringatan potensi krisis pangan juga jauh-jauh hari dilontarkan Program Pangan Dunia (WFP) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Masalah iklim yang menyebabkan kekeringan, efek Covid-19 serta perang Rusia Ukraina menjadi sebab. 

Dilansir dari US News, Selasa (7/6), Direktur Eksekutif WFP David Beasley mengatakan krisis pangan global a merugikan masyarakat miskin serta mengancam jutaan keluarga yang bertahan hidup.
Beasley dalam pernyataan menyatakan, kondisi pangan saat ini jauh lebih buruk daripada selama Musim Semi Arab pada tahun 2011 serta krisis harga pangan tahun 2007-2008 saat 48 negara diguncang oleh kerusuhan politik, dan protes yang berkepanjangan.

Merujuk Indeks Harga Pangan dunia FAO, Food Price Indeks terus mendaki. Pada Maret 2022 mencapai level tertinggi sepanjang sejarah dengan mencatatkan 159,7 poin. 

Oh iya,  Indeks Harga Pangan Dunia FAO merupakan ukuran perubahan harga komoditas pangan pokok di skala internasional, yang mencakup harga serealia, minyak nabati, produk susu, daging, dan gula.

Baca Juga: Keran Ekspor Ayam dari Malaysia ke Singapura Ditutup, Peluang Bagus Bagi Indonesia

Jika merujuk indeks FAO, secara konsisten harga komiditas pangan terus mendaki sejak tahun 2004. Ini artinya, harga pangan terus dalam tren mendaki. 

Secara bulanan di tahun 2022, sejak Januari indeks harga pangan naik terus. Januari di 135,6 poin, Februari di 141,1 poin, lalu Maret 159, poin, April dan Mei memang menurun dari posisi puncak yakni masing-masing di 158,3 poin di April dan 157,4 poin di Mei 2022. 

Namun penurunan ini diramal akan mendaki utamanya karena masalah iklim, kenaikan kebutuhan, restriksi ekspor di bebarapa negara yang meluas, serta perang Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×