kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.705.000   1.000   0,06%
  • USD/IDR 16.290   30,00   0,18%
  • IDX 6.750   -53,40   -0,78%
  • KOMPAS100 997   -8,64   -0,86%
  • LQ45 770   -6,78   -0,87%
  • ISSI 211   -0,72   -0,34%
  • IDX30 399   -2,48   -0,62%
  • IDXHIDIV20 482   -1,69   -0,35%
  • IDX80 113   -1,02   -0,90%
  • IDXV30 119   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 131   -0,75   -0,57%

Pramono tak setuju pengadilan khusus kehutanan


Senin, 01 April 2013 / 17:44 WIB
Pramono tak setuju pengadilan khusus kehutanan
ILUSTRASI. Penjualan mobil melalui penawaran pembiayaan multifinance di salah satu showroom di Tangerang Selatan, Senin (25/10). . (KONTAN/Carolus Agus Waluyo)


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Amal Ihsan

JAKARTA. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pramono Anung menilai belum perlu membentuk pengadilan ad hoc khusus bagi pembalakan liar di Indonesia. “Kalau saya pribadi menganggap tidak perlu membuat institusi baru yang pekerjaannya tidak akan efektif,” kata Pramono saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (1/4).

Menurut politikus PDI Perjuangan itu, selain tidak akan efektif, pengadilan khusus pembalakan liar justru akan menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pramono mengingatkan, agar jangan lagi dibuat lembaga yang akhirnya justru tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Menurutnya, lebih baik saat ini upaya pemberantasan perusakan hutan fokus saja pada pernyempurnaan rancangan Undang-undang Pemberantasan Perusakan Hutan (P2H). “Jangan kita membuat UU malah akan memperparah atau membuat orang merusak hutan,” tegasnya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun juga menilai, pembentukan lembaga penangani pemberantasan perusakan hutan di draf RUU P2H stidak perlu. Tama melihat hal tersebut masih bisa diselesaikan di Pengadilan Negeri setempat.

“Daripada membentuk pengadilan khusus pembalakan liar lebih baik dikuatkan saja regulasi dengan merevisi UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×