Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto belum mendeklarasikan diri maju pada Pilpres 2019 pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Partai Gerindra, 11 April 2018. Hal itu ia ungkapkan dalam menjawab pernyataan sejumlah petinggi Partai Gerindra belakangan yang menyebut deklarasi pencapresan Prabowo akan dilakukan saat Rakornas.
"Saya kira belum, ya. Tanggal 11 belum deklarasi. Rapat koordinasi nasional, apel kader nasional dan intern, maaf tidak ada media," ujar Prabowo saat ditemui di sela Rakornas Partai Gerindra di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (5/4).
Prabowo pun belum bisa memastikan, apakah dirinya akan maju sebagai calon presiden seperti yang selama ini diinginkan seluruh kader Partai Gerindra. Begitu juga dengan kepastian waktu deklarasi pencapresan.
Saat wartawan bertanya soal faktor apa yang membuat pendeklarasian urung dilakukan, Prabowo mengatakan, saat ini dirinya belum mendapat tiket untuk maju sebagai capres. Partai Gerindra masih membutuhkan satu partai untuk berkoalisi dan mengusung Prabowo sebagai capres. Meski hampir dapat dipastikan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan berkoalisi dengan Partai Gerindra, koalisi tersebut belum terbentuk.
"Lho, deklarasi itu kalau sudah ada tiket, kan, belum ada tiket dan juga belum tentu, situasi masih bisa berkembang. Ya, kami berpikir positif, sabar-sabarlah. Kami cari yang terbaik," ucap Prabowo.
Menurut Prabowo, Rakornas tersebut digelar dalam persiapan konsolidasi dan koordinasi jelang pendaftaran calon anggota legislatif. Semua kader Partai Gerindra harus mengetahui syarat-syarat yang diperlukan jika berniat mencalonkan diri sebagai peserta pada Pemilu Legislatif 2019. \
"Ya, kan, kami menghadapi pendaftaran calon legislatif, ya. Jadi, syarat-syaratnya harus kami umumkan supaya serentak seluruh Indonesia mengerti syarat-syaratnya dan prosedurnya. Jadi, nanti koordinasi dan konsolidasilah kira-kira," kata mantan Danjen Kopassus itu.
Dilema
Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai, saat ini Prabowo tengah berada dalam dilema, antara kembali maju sesuai keinginan para kader atau mengusung calon lain untuk menghadapi Presiden Joko Widodo dan pasangannya. Mengingat sejumlah lembaga survei menyatakan tingkat elektabilitas Prabowo saat ini masih belum melampaui Presiden Jokowi.
Arya berpendapat, sangat sulit bagi Prabowo maju sebagai capres jika menjelang Agustus atau pendaftaran calon, elektabilitasnya belum bisa menembus persentase di atas 30%. "Kalau dia maju, sekarang kan secara elektoral terjadi stagnasi dalam tiga tahun terakhir. Stagnasinya itu kan di angka 20-25%. Nah, sekarang sudah mulai turun," ujar Arya saat dihubungi Kamis.
"Pendaftaran Agustus. Kalau enam bulan sebelum pilpres itu Prabowo tidak bisa tembus di atas 30% atau 35%, susah bagi Prabowo memaksakan maju. Sekarang di diri Prabowo sendiri ada dilema yang besar, apakah maju atau tidak," katanya.
Namun, lanjut Arya, mengusung calon lain selain Prabowo juga dapat berdampak pada elektabilitas Partai Gerindra pada pemilu legislatif karena digelar serentak dengan pemilu presiden.
Menurut Arya, saat ini belum ada sosok di Partai Gerindra yang memiliki pengaruh elektoral sekuat Prabowo. Begitu juga dengan nama mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang belakangan disebut sebagai calon kuat cawapres Prabowo.
Arya mengatakan, kedua nama itu belum bisa dijadikan jaminan agar Partai Gerindra mendapat perolehan suara yang tinggi dalam pemilu legislatif. "Dan, belum tentu juga pemilih Gerindra akan memilih Gatot atau Anies karena asosiasinya tidak sekuat Prabowo.
Tetapi, kalau pemilih Prabowo itu di atas 80% kemungkinannya akan memilih Gerindra," ucapnya. "Nah, jadi itu sekarang yang membuat Prabowo berpikir keras, apakah maju atau tidak. Dilemanya di situ," kata Arya.