Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meneken peraturan pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Beragam petunjuk pelaksanaan UU kesehatan ini tertuang dalam PP yang memiliki 1.072 pasal tersebut, mulai dari karpet merah tenaga medis asing ke Indonesia, larangan diskon susu formula hingga larangan penjualan rokok ketengan.
Pengamat ekonomi dan kebijakan kesehatan sekaligus dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ahmad Fuady memiliki beberapa catatan terkait beberapa poin yang tertuang di dalam PP 28/2024 tersebut.
Baca Juga: Jokowi Buka Peluang Cukai Makanan Siap Saji, Bea Cukai: Masih Jauh Implementasinya
Pertama, terkait diperbolehkannya tenaga medis asing, menurutnya jika mereka diundang atau diperbolehkan agar orang-orang kaya tidak mengakses layanan kesehatan keluar negeri, tentunya sangat baik, sehingga mampu menjaga devisa negara.
“Misalnya, rumah sakit internasional yang memang di beberapa wilayah sudah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) atau, di beberapa rumah sakit swasta yang diproyeksikan untuk mengambil ceruk pasar tersebut,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (30/7).
Namun, lanjut Fuad, pemerintah juga perlu memikirkan bagaimana mekanisme pembayaran jasa tenaga medis asing, daerah penempatannya, skema pembayaran pasien, dan seberapa mampu pemerintah daerah atau swasta menanggung bebannya.
Baca Juga: Jokowi Teken PP Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Kesehatan, Ini Poin-Poin Pentingnya
“Saya secara personal meragukan bahwa tenaga medis asing ditujukan untuk cover that gap. To get the captive market and prevent rich people to seek medical treatment abroad, yes. Dan, itu tidak salah. Tetapi, jangan sampai false claim dan menarik-narik argumen untuk pembenaran,” katanya.
Meski demikian, Fuad mengungkapkan, hadirnya tenaga medis asing tidak akan membuat persaingan rumah sakit menjadi ketat, sebab pasien-pasien di Indonesia mayoritas pengguna BPJS Kesehatan.
“Apakah tenaga asing tergiur dengan pembayaran skema BPJS Kesehatan? Saya meragukan itu,” tandasnya.
Kedua, terkait poin mengenai larangan diskon susu formula dan rokok ketengan dinilai sudah tepat. Pasalnya, sedari dulu intensi untuk penerapan ketentuan ini sangat kental, namun yang diperlukan ialah konsistensi dalam menjalankan peraturan ini.
“Jika peraturan dibuat tanpa ada monitoring dan konsistensi penegakan aturannya, kita hanya akan berulang-ulang di loop yang sama,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News