Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi bakal menarik pajak atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) termasuk pajak pertambahan nilai (PPN). Bahkan potensi dari PPN dalam PMSE mencapai Rp 10,4 triliun.
PMSE telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Jadi PMSE, tidak perlu menunggu Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentauan Umum dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian atau RUU Omnibus Law Perpajakan. Nah potensi PPN PMSE tercermin dari kajian Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam naskah akademik omnibus law perpajakan yang diterima Kontan.co.id.
Baca Juga: Penerimaan pajak tertekan wabah corona, pajak digital jadi harapan
Sebagai gambaran, Kemenkeu mengkaji ada tujuh bentuk dan nilai transaksi barang digital. Pertama, sistem perangkat lunak dan aplikasi dengan nilai transaksi mencapai Rp 14,06 triliun.
Kedua, game, video, dan musik mencapai Rp 880 miliar. Ketiga, penjualan film sebesar Rp 7,65 triliun. Keempat, perangkat lunak khusus seperti untuk perangkat mesim dan disain menapai Rp 1,77 triliun.
Kelima, perangkat lunak telpon genggam sebesar Rp 44,7 triliun. Keenam, hak siaran atau layanan tv berlangganan senilai Rp 16,49 triliun. Ketujuh, penerimaan dari media sosial dan layanan ober the top (OTT) sebanyak Rp 17,07 triliun.
Sehingga, total nilai transaksi barang digital mencapai Rp 104,4 triliun, angka ini merupakan gamparan para tahun 2017. Setali tiga uang potensi penerimaan PPN mencapai Rp 10,4 triliun dengan menggunakan tariff pajak konsumen sebersar 10% yang berlaku saat ini.
Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama melihat, ke depan potensi penerimaan pajak dari PMSE semakin besar. Menurutnya, bila perusahaan digital luar negeri tidak dikenai pajak maka akan sangat tidak adil dengan pelaku usaha dalam negero yang memang sudah memiliki kewajiban pemajakan.
“Inilah urgensinya pemerintah taruh ketentuan tersebut dala Perppu. Karenanya memang sudah sangat mendesak untuk melakukan pajak terhadap PMSE daru luar negeri,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Kamis (2/4).
Potensi dari PMSE bisa semakin besar bila pemerintah menarik pajak penghasilan (PPh) perusahaan digital. Di beberapa negara pajak digital sudah berlaku. Umumnya menggunakan skema digital service tax di mana pajak dikenakan atas penghasilan penyedia jasa periklanan dan jasa intermediasi daring yang penghasilannya diperoleh dari negara asal.
Baca Juga: Ini 5 insentif dan stimulus perpajakan yang disiapkan pemerintah hadapi Covid-19
Prancis misalnya menarik digital service tax sebanyak 3% dari nilai transaksi, bahkan dengan model yang sama Austria mematok pajak 5%. Bahkan, Australia mematok tarid 40% dengan skema baranch profit tax atas laba perusahaan yang dialihkan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan alasan pemerintah memasukkan pasal terkait PMSE dalam Perppu lantaran tren meningkatnya transaksi. Pemerintah memandang hal tersebut terjadi dalam kondisi sosial distancing seperti saat ini.
Baca Juga: Kadin harapkan Perppu corona dapat diimplementasikan dengan cepat dan mudah
Setali tiga uang, harapannya bisa menjadi tambahan penerimaan negara tahun ini, mengingat basis penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan diproyeksikan turun sebagai konsekuensi stimulus pemerintah.
“PMSE ada di Perppu, belakangan sangat besar terjadi transaksi elektronik dengan demikian ini akan menjadi basis pajak pemerintah melalui skema significant economic presence baik untuk subejek pajak dalam maupun luar negeri,” ujar Menkeu, kemarin (1/4).
Baca Juga: Ada pajak digital, pelanggan Netflix dan Spotify bakal kena biaya tambahan 10%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News