kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.172   20,00   0,12%
  • IDX 7.071   87,46   1,25%
  • KOMPAS100 1.057   17,05   1,64%
  • LQ45 831   14,47   1,77%
  • ISSI 214   1,62   0,76%
  • IDX30 424   7,96   1,91%
  • IDXHIDIV20 511   8,82   1,76%
  • IDX80 121   1,93   1,63%
  • IDXV30 125   0,91   0,73%
  • IDXQ30 141   2,27   1,63%

Potensi Penerimaan Besar, Marketplace Lokal Jadi Pemungut Pajak Penting Dilakukan


Senin, 20 Februari 2023 / 15:45 WIB
Potensi Penerimaan Besar, Marketplace Lokal Jadi Pemungut Pajak Penting Dilakukan
ILUSTRASI. Kemenkeu menargetkan akan mulai menunjuk marketplace lokal sebagai pemungut pajak di tahun ini. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan akan mulai menunjuk marketplace lokal sebagai pemungut pajak di tahun ini. Adapun saat ini aturan mengenai kebijakan tersebut tengan disiapkan oleh pemerintah dan ditargetkan akan rampung pada Semester I-2023.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, platform e-commerce alias marketplace lokal memiliki potensi yang besar dalam mendulang penerimaan pajak. 

Hal ini dikarenakan sebagaian besar ekonomi digital Indonesia berasal dari transaksi e-commerce terutama transaksi domestik.

Baca Juga: Tahun Ini, Pemerintah Akan Mulai Tunjuk Marketplace Lokal Sebagai Pemungut Pajak

Terlebih lagi, semenjak awal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektonik (PMSE) jasa digital luar negeri diberlakukan, pemerintah telah mengantongi Rp 10,7 triliun hingga Januari 2023. 

Oleh karena itu, implementasi platform e-commerce sebagai pemungut PPN akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar jika dibandingkan PPN PMSE Jasa Digital.

"Cuma perlu diingat bahwa tidak semua transaksi belum dipajaki. Dan potensi penerimaannya akan bergantung pada skenario atau mekanisme yang diberlakukan termasuk besaran tarif," ujar Fajry kepada Kontan.co.id, Senin (20/2).

Namun, Fajry melihat ada sejumlah tantangan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. Pertama, pemerintah perlu memberikan pengetahuan kepada publik bahwa tidak saja jenis pajak baru, melainkan hanya mekanisme pemungutannya saja yang berubah.

"Meski saya yakini publik sudah mengerti dengan implementasi PPN PMSE jasa digital luar negeri yang terlebih dahulu dilaksanakan," katanya.

Selain itu, tantangan lainnya terkait dengan permasalahan teknis. Menurutnya, pemerintah perlu memikirkan bagaimana mekanisme pemungutan melalui marketplace tersebut dapat mengurangi dispute dan memberikan kemudahan administrasi.

"Hal ini dapat menggunakan mekanisme simplified-method seperti PPN Final. Jadi, dikenakan atas setiap transaksi demi kemudahan dan mengurangi dispute dengan tarif tertentu," katanya.

Sementara itu, kata Fajry, untuk barang yang dibebaskan/bukan objek pajak nantinya bisa untuk mendapatkan restitusi. Hanya saja, dirinya menyarankan bahwa proses restitusi tersebut harus cepat sehingga tidak merugikan wajib pajak atau merchant.

Baca Juga: Kemkeu Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 10,7 Triliun

Untuk diketahui, rencana marketplace sebagai pemungut pajak merupakan turunan dari pasal 32A UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 

Dalam UU tersebut, Menteri Keuangan menunjuk pihak lain untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pihak lain yang dimaksud merupakan pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi seperti platform e-commerce.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×