kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Potensi kekurangan pajak capai Rp 120 triliun


Sabtu, 30 Mei 2015 / 17:12 WIB
Potensi kekurangan pajak capai Rp 120 triliun
ILUSTRASI. Merger maskapai penerbangan Pelita Air dan Citilink diyakini mampu menekan harga tiket pesawat


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Ekonomi yang tak mampu tumbuh cepat membuat target penerimaan pajak tahun ini sulit tercapai. Bahkan, pemerintah memperkirakan tahun ini akan terjadi penurunan potensi penerimaan pajak (shortfall).

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani mengatakan dalam hitungan pemerintah tahun ini ada potensi shortfall penerimaan pajak sekitar Rp 120 triliun. Ini artinya, penerimaan pajak hingga akhir 2015 hanya sekitar Rp 1.174 triliun atau 90,73% dari targetnya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 sebesar Rp 1.294 triliun.

Dari sisi belanja kementerian/lembaga (KL), Kemkeu memperkirakan tahun ini realisasinya hanya sekitar 92% -93% dari pagu APBNP 2015 sebesar Rp 795,5 triliun. Artinya, belanja K/L tahun ini diperkirakan sekitar Rp 731,86 triliun-Rp 739,82 triliun.

Melihat besarnya potensi shortfall penerimaan pajak, pemerintah melonggarkan batas defisit anggaran dari 1,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 2,2% dari PDB pada tahun ini. Maklum, dengan asumsi defisit 1,9% dari PDB hanya mampu memberi toleransi potensi shortfall penerimaan pajak hingga Rp 60 triliun.

Dengan kata lain asumsi realisasi penerimaan pajak sekitar Rp 1.234 triliun atau 95,36% dari target. "Ini dengan asumsi belanja tetap yaitu antara 92% - 93%," kata Askolani, kemarin. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan, meski pemerintah melonggarkan asumsi defisit hingga 2,2%, bukan berarti pemerintah bakal memangkas belanja K/L untuk mengimbangi penerimaan pajak yang berpotensi shortfall.

Menurutnya, serapan belanja K/L sekitar 92%-93% adalah realisasi normal seperti yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Sebagai gambaran, pada 2014 realisasi belanja K/L Rp 562,5 triliun atau 93,4% dari target di APBNP 2014 sebesar Rp 602,3 triliun.

Sementara defisit anggaran 2014 sebesar 2,26% dari PDB. Berdasarkan kategori belanjanya, penyerapan belanja pegawai menduduki realisasi belanja tertinggi yaitu Rp 58,7 triliun. Adapun realisasi belanja modal baru Rp 13,9 triliun. Penyerapan belanja modal diperkirakan naik setelah selesainya dokumen Daftar Isian Penggunaan Anggaran (DIPA) APBNP 2015. "Lebih dari 95% DIPA APBNP sudah diselesaikan," jelas Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×