kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.886.000   2.000   0,11%
  • USD/IDR 16.555   -55,00   -0,33%
  • IDX 6.980   147,08   2,15%
  • KOMPAS100 1.012   25,10   2,54%
  • LQ45 787   21,71   2,84%
  • ISSI 220   2,17   0,99%
  • IDX30 409   11,84   2,98%
  • IDXHIDIV20 482   15,28   3,27%
  • IDX80 114   2,54   2,27%
  • IDXV30 116   2,05   1,79%
  • IDXQ30 133   4,16   3,22%

Politisi Golkar: RSBI selama ini diskriminatif


Rabu, 09 Januari 2013 / 12:29 WIB
Politisi Golkar: RSBI selama ini diskriminatif
ILUSTRASI. Meski IHSG turun, asing justru banyak memborong saham-saham ini


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Edy Can

JAKARTA. Anggota Komisi X DPR Zulfadhli menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus sistem Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Dia menilai, keputusan Mahkamah Konstitusi itu sangat tepat.

Politikus Partai Golongan Karya ini menilai, keberadaan RSBI selama ini cenderung memperlakukan siswa didik secara diskriminatif. Sebab, fakta yang terjadi di dunia pendidikan adalah RSBI didominasi oleh siswa yang berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke atas.

Karena itu, Zulfadhli menyatakan, anggaran bantuan yang dialokasikan untuk RSBI sebaiknya dialokasikan ulang untuk bantuan sekolah model atau sekolah rujukan yang sedang dikembangkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menghapuskan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) yang berada di sekolah-sekolah pemerintah. Mahkamah Konstitusi memutuskan RSBI bertentangan dengan UUD 1945 dan bentuk liberalisasi pendidikan.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah Konstitusi berpendapat sekolah bertaraf internasional di sekolah pemerintah itu bertentangan dengan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi juga menilai RSBI menimbulkan dualisme pendidikan. "Ini merupakan bentuk baru liberalisasi dan berpotensi menghilangkan jati diri bangsa dan diskriminasi adanya biaya yang mahal," tandas Mahfud.

Seperti diketahui, para orang tua murid dan aktivis pendidikan menguji pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas karena tak bisa mengakses satuan pendidikan RSBI/SBI ini lantaran mahal. Mereka adalah Andi Akbar Fitriyadi, Nadia Masykuria, Milang Tauhida (orang tua murid), Juwono, Lodewijk F Paat, Bambang Wisudo, Febri Antoni Arif (aktivis pendidikan).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×