kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Polisi tetapkan 3 tersangka pungli Kemenhub


Rabu, 12 Oktober 2016 / 22:38 WIB
Polisi tetapkan 3 tersangka pungli Kemenhub


Sumber: Warta Kota | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya dan Mabes Polri di Kementerian Perhubungan RI, pihak kepolisian telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus itu.

Ketiga tersangka itu merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang aktif bekerja di Kementerian Perhubungan RI.

Ketiga PNS tersebut adalah Endang Sudarmono (ES), Meizy, dan Abdu Rasyid. ES merupakan ahli ukur Direktorat Pengukuran, Pendaftaran, dan Kebangsaan Kapal Kemenhub, Meizy merupakan Kepala Seksi Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Kemenhub, sementara Abdu Rasyid merupakan PNS golongan 2D. Sebelumnya, diamankan enam orang yang diduga melakukan praktik pungli.

Akan tetapi, tiga masyarakat sipil hanya dijadikan saksi. Karena selama ini mereka terpaksa memberikan uang kepada petugas karena dipaksa.

"Tiga PNS itu yang ditetapkan tersangka, sedangkan tiga lagi itu kan sipilnya yang memberikan uang, kita akan koordinasi dengan Jaksa apakah itu masuk kategori gratifikasi atau tidak ?. Karena apa, si sipil itu mengatakan 'saya terpaksa mengeluarkan uang itu, kalau nggak keluar uang itu, buku saya nggak bisa keluar'. Beda dengan penyuapan biasa, kasihan juga mereka sudah diperas kita tahan juga lagi," Kapolda Metro Jaya, Irjen Mochamad Iriawan di Mapolda Metro Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Rabu (12/10).

Praktik pungutan liar tentang perizinan sudah bertahun-tahun marka terjadi. Bahkan Menteri Perhubungan RI, Budi Karya sudah sering memperingatkan anak buahnya. Karena sudah gerah melihat aparat di bawahnya tidak berubah, maka Budi Karya melaporkan kejadian itu ke kepolisian.

Dari laporan itulah, pihak Ditreskrimsus Polda Metro Jaya langsung melakukan penyelidikan dalam waktu seminggu. Setelah seminggu melakukan penyidikan, akhirnya penyidik menemukan bukti adanya pungutan liar. Alhasil, para oknum PNS Kemenhub RI itu langsung diamankan saat OTT.

Bahkan Presiden RI Joko Widodo dan Kapolri Jendral Tito Karnavian ikut meninjau OTT tersebut. Setelah Presiden melakukan rapat terbatas di Istana Negara membahas reformasi penegakan hukum. Ada tiga lantai yang disasar dalam OTT yang dilakukan pihak kepolisian yaitu lantai dasar, lantai enam dan lantai 12.

"Di mana yang pertama di lantai dasar atau lantai satu Dirjen Perhubungan Laut, kami menangkap seorang PNS Kemenhub bernama Endang Sudarmono. Yang bersangkutan sedang menerima uang dari swasta PT Swasta Lintas Anugerah. Lanjut kami melakukan penggeledahan di dalam tas nya, kami temukan uang Rp 4.500.000," kata dia.

Setelah terdapat barang bukti, tersangka Endang dan Asmi dari PT Swasta Lintas Anugerah, bersama petugas melakukan penggeledahan ke lantai 12. Menurut pengakuan Endang, uang tersebut sebenarnya disetorkan ke atasannya yaitu seorang Kepala Seksi, Meizy.

"Di meja saudara MS, kita temukan uang sejumlah Rp 68 juta. Dan saldo sejumlah Rp 1 miliar akumulasi dari beberapa rekening tabungan yang bukan atas nama tersangka. Rp 68 juta dari saudara MZ dan 8 buku tabungan BCA ataupun ATM yang ada di meja MZ," ucapnya.

Penggeledahan tersangka Endang ternyata terdapat amplop berisi uang sebesar Rp 16 juta. Pada saat yang sama juga, tim Satgas melakukan penangkapan OTT di lantai 6. Di mana lantai 6 tersebut adalah tempat loket pelayanan langsung. "Kita dapat menangkap PNS Abdul Rasit. Disana terdapat beberapa perijinan yang dimintai oleh masyarakat. Dapat kami jelaskan ini kementerian perhubungan laut kami melakukan OTT di Direktorat Perkapalan dan Perlautan," ungkap dia.

Ada 52 izin yang diduga adanya pungli di Direktorat Perkapalan dan Perlautan. Seperti pemberian akta hipoti Kapal lewat pemberian akte balik nama kapal, kemudian penitipan surat pukul sementara dan surat laut atau tanda kebangsaan kapal. Padahal, kata dia, masyarakat bisa mengurus perizinan itu lewat online. Namun, dilama-lamakan oleh oknum PNS tersebut.

Menurutnya satu aset milik seorang tersangka sudah dipantau oleh penyidik. Penyelidikan akan terus didalami. Sehingga, apakah aliran dana itu masuk ke tangan atau rekening para pejabat seperti Kepala Bidang atau Direktur di Kementerian Perhubungan. "Satu aset sudah kami amankan milik salah satu tersangka. Nantilah kita tunggu perkembangan penyidikannya seperti apa," ucapnya.

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Fadhil Imran mengatakan tiga tersangka yang merupakan PNS di Kementerian Perhubungan sengaja memancing para korban untuk menyetorkan uang untuk melicinkan perizinannya. Karena melalui online maka tidak akan diproses. "Mereka sengaja menunggu supaya orangnya nongol," kata Fadhil.

Di Direktorat Perhubungan Laut sendiri terdapat 152 item perizinan terkait perkapalan dan kelautan. Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk perizinan itu sendiri tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 2012.

Seperti misalnya untuk mengurus perkapalan ini Rp 250 ribu, kemudian buku pelayaran rakyat ini Rp 50.000, surat izin usaha perekrutan dan penempatan awak kapal Rp 170.000, kemudian buku pelaut Rp 100.000, perpanjangan buku pelaut Rp 10.000 dan SIB ini Rp 750.000.

"Dalam peraturan menteri sudah ada. Misalkan tarif Rp 50.000 jadi Rp 100.000. Kemudian, Rp 200.000 menjadi Rp 500.000 tergantung TDP-nya. Kurang lebih mengambil 50 persen keuntungan," ucapnya.

Ketiga tersangka pun dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a dan b, pasal 5 ayat 2 dan atau pasal 11 dan atau pasal 12 huruf a dan b, atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi jucto 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

"Jadi ketiganya diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan wewenang. Dengan ancaman kurungan penjara minimal 3 tahun dan maksimal 20 tahun penjara," ungkap dia. (Bintang Pradewo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




[X]
×