kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Polemik Hotel Sultan Masuk PTUN, Setneg dan PPK-GBK Ajukan Jadi Pemohon Intervensi


Kamis, 25 Mei 2023 / 20:35 WIB
Polemik Hotel Sultan Masuk PTUN, Setneg dan PPK-GBK Ajukan Jadi Pemohon Intervensi
Dirut PPK-GBK Rakhmadi (tengah) bersama Kuasa Hukum PPK-GBK Chandra Hamzah (kiri), dalam konferensi pers di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta (25/5).


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Indobuildco mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait pengelolaan Hotel Sultan.

Gugatan dilayangkan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengenai penerbitan hak pengelolaan (HPL) No.1/Gelora atas nama Kementerian Sekretariat Negara cq Pusat Pengelola Kompleks Gelora Bung Karno (PPK-GBK).

Gugatan tersebut menjadi babak baru dalam polemik yang menyangkut Hotel Sultan atau atas hak guna bangunan (HGB) No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora.

Kementerian Sekretariat Negara menyebutkan, dua HGB PT Indobuildco tersebut telah habis masa berlakunya pada 3 Maret 2023 dan 3 April 2023 lalu.

Chandra Hamzah, kuasa hukum PPK-GBK mengatakan, PPK-GBK dan Kemensetneg sebagai pihak yang memiliki aset dan sudah tercatat sebagai barang milik negara (BMN) mengajukan permohonan intervensi ke PTUN.

“Supaya sebagai pemilik aset dapat mempertahankan haknya. Kemudian PPK-GBK juga mengajukan permohonan intervensi supaya yang diamanatkan UU untuk melakukan pengelolaan, pemanfaatan dan pengusahaan aset tersebut juga bisa mengusahakan haknya sebagaimana perintah UU,” kata Chandra dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Kamis (25/5).

Baca Juga: Kepala BPN Siap Hadapi Pontjo Sutowo di PTUN Soal Sengketa Hotel Sultan

Adapun untuk pengajuan permohonan intervensi ke PTUN Kemensetneg diwakili oleh Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun). Permohonan intervensi dilakukan pada 13 April 2023. Kemudian pada 8 Mei kemarin permohonan intervensi GBK dikabulkan.

“Alhamdulillah pengadilan mengabulkan permohonan kami pada tanggal 8 Mei. Permohonan di 13 April dan 8 Mei pengadilan menyatakan Kemensetneg dengan kuasa Jamdatun diterima sebagai pihak untuk mempertahankan haknya dan juga PPK-GBK,” kata Chandra.

Kemudian setelah diterima permohonan intervensi, Kemensetneg mengajukan esepsi dan jawaban pada 22 Mei 2023. Dalam esepsi dan jawaban tersebut Chandra mengatakan, pihaknya menjelaskan semua sejarah dan detil dari riwayat kawasan senayan.

“Menjelaskan siapa yang membebaskan, kenapa ada HGB atas nama Indobuildco yang kemudian berdiri hotel yang sekarang bernama hotel sultan. Itu kami sampaikan dalam jawaban,” tuturnya.

Ia menjelaskan, pada tahun 1958 indonesia ditetapkan sebagai penyelenggara Asian Games yang akan dilaksanakan pada 1962. Untuk itu maka pemerintah pada masa itu meyiapkan sarana dan prasarana salah satunya adalah membangun stadion GBK, Istora Senayan dan lainnya.

Penyiapan sarana prasaran Asian Games dimulai dengan pembentukan Komando Urusan Pembangunan Asian Games (KUPAG). KUPAG bertugas melakukan pembebasan lahan dari 1959 sampai 1962.

Kemudian usai Asian Games atau pada 1964 KUPAG menserahterimakan seluruh tanah, bangunan dan sarana prasarana eks Asian Games kepada Yayasan Gelanggang Olahraga Bung Karno. Chandra menegaskan pembebasan lahan seluas 2,5 juta meter persegi lebih tersebut dilakukan dan dibayarkan oleh KUPAG atau negara.

“Ada dokumentasinya pembebasan lahan oleh KUPAG tersebut. Ada cap jempol tangan dari pemilik asal. Tercatat juga nama pemilik asli. Ini kita ambil sample yang kawasan pembebasan tanah khusus yang sekarang berdiri Hotel sultan. Jadi dimana Hotel Sultan berdiri itu dibebaskan dan dibayar oleh KUPAG bukan oleh orang lain,” jelas Chandra.

Munculnya HGB diawali pada tahun 1970 saat DKI Jakarta ditunjuk sebagai lokasi satu konferensi. Chandra mengatakan, di sini Indobuildco mengajukan permohonan kepada Gubernur Jakarta saat itu Ali Sadikin untuk membangun hotel pada 7 Januari 1971. Pada 12 Januari 1971 Gubernur Jakarta menyetujui permohonan pembangunan hotel dengan kewajiban Indibuildco membayarkan royalti.

“Gubernur Ali Sadikin menyetujui dengan syarat bayar royalti. Kalau kita lihat bayar royalti, apakah artinya Indobuildco adalah pemilik hak atas tanah? Tentu tidak. Kemudian di bulan April 1971 Indobuildco mohon izin gunakan tanah kepada Gubernur DKI dan gunakan bangun hotel. Ada SK isinya izin pembangunan hotel. Jadi kuncinya izin. Tapi bayar royalti,” jelasnya.

Atas izin itulah diterbitkan HGB Indobuildco di maret 1973, dan dilakukan pembangunan hotel. Kemudian HGB tersebut berakhir setelah 50 tahun kemudian.

Adapun dengan HPL, pada tahun 1970, GBK mengajukan permohonan sertifikasi atas tanah-tanah tersebut. Pada tahun 1977 kembali mengajukan sertifikasi dan terbit sertifikat HPL pada 1989.

“Mungkin karena belum selesai sertifikasi dan lainnya. Dua kali mengajukan di tahun 89 sertifikat HPL terbit. Ini HPL diberikan hanya kepada BUMN, kementerian Lembaga atau institusi negara sebagai perwujudan penguasaan negara terhadap tanah di Republik Indonesia. Di atas HPL bisa terbit HGB, hak pakai dan lainnya," ujarnya.

Dalam salah satu diktum HPL Nomor 1/Gelora, disebutkan bahwa tanah-tanah HGB dan hak pakai yang haknya belum berakhir, akan masuk dalam HPL pada saat hak gunanya berakhir. Namun, sebelum hak guna berakhir, PT Indobuildco melakukan gugatan pertama untuk HPL Nomor 1/Gelora pada tahun 2006.

"2006 digugat HPL ini dalam perkara perdata. Dari pengadilan negeri, tinggi sampai PK 4 kali. Nah kemudian PK terakhir keluar keputusan HPL 1 sah. Dan Indobuildco diwajibkan bayar royalti,” jelasnya.

Chandra mengatakan, Kemensetneg dan PPK-GBK merasa bingung karena PT Indobuildco yang telah menjalani putusan pengadilan pada 2006 malah menggugat kembali HPL Nomor 1/Gelora. Sehingga perkara tersebut kembali bergulir.

"Makanya jadi pertanyaan kenapa sekarang digugat lagi HPL Nomor 1? Dulu pernah digugat, PN, banding, kasasi, PK 4 kali, sah, dan dilaksanakan kesepakatan bersama, sukarela, bayar royalti pula. Uangnya sudah masuk. Nah, sekarang pertanyaannya kenapa digugat lagi?," ujar Chandra.

Baca Juga: Nasib Pengelolaan Hotel Sultan Masih Dibahas PPK-GBK dan Kemensetneg

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×