kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

PKS: Pangkas subsidi energi untuk pertanian


Senin, 10 Februari 2014 / 11:28 WIB
PKS: Pangkas subsidi energi untuk pertanian
Cegah Alergi Asma dan Sinusitis dengan Hydrocleaner System dari Healthycareid


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Tri Adi

JAKARTA. Subsidi pada hakikatnya adalah upaya distribusi kesejahteraan yang dilakukan oleh negara. Dengan subsidi diharapkan akan mengurangi beban masyarakat yang tidak mampu. Subsidi bisa juga dilakukan untuk mencapai tujuan kebijakan pemerintah, contohnya dalam meningkatkan sektor pertanian.

Peningkatan subsidi di sektor pertanian itulah yang akan diupayakan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ke depan. Apalagi seperti diketahui, dalam kabinet Indonesia Bersatu, partai berlambang padi dan kapas ini selalu mengambil posisi menteri di Kementerian Pertanian.

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi PKS, Ecky Awal Mucharam mengatakan, partainya menilai ke depan proporsi pemberian subsidi harus sudah mulai disesuaikan dengan perkembangan dinamika ekonomi yang terjadi.

Jika saat ini nilai subsidi paling besar diberikan untuk kebutuhan energi, seperti listrik dan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang totalnya mencapai Rp 282,1 triliun, ke depan harus dikurangi. Sebab, besarnya subsidi energi tidak sebanding dengan nilai subsidi non energi yang  hanya sebesar Rp 51,6 triliun, seperti untuk subsidi pangan, pupuk, dan benih.

Oleh karena itu, menurut Ecky, sebagai negara yang 60% bermata pencaharian petani, seharusnya subsidi untuk bidang pertanian diperbesar. Sementara untuk sektor energi sudah harus dikurangi.

Ecky membandingkan kualitas sektor pertanian Indonesia dan negara-negara maju. Menurutnya, di Amerika Serikat sektor pertanian mendapatkan perhatian cukup tinggi dengan subsidi yang besar. Namun di Indonesia, subsidi untuk sektor pertanian malah cenderung berkurang. "Dengan jumlah penduduk yang tinggi maka ketersediaan pangan juga cukup besar, " ujarnya, Kamis (6/2).

Jika subsidi sektor pertanian perlu ditambah, sebaliknya subsidi energi harus dikurangi. PKS menilai pemberian subsidi di sektor energi tidak efektif. Sebab, permasalah energi bukan pada kurangnya subsidi, melainkan perlunya pembangunan infrastruktur energi. Contohnya adalah pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) yang sangat lambat sehingga konversi BBM ke BBG juga tidak berjalan efektif dan cepat.

Padahal jika SPBG cepat terealisasi, maka kebutuhan energi yang mahal bisa teratasi dengan penggunaan gas yang relatif lebih murah. Dengan begitu maka subsidi yang tadinya digunakan untuk menambal kebutuhan BBM bisa dialihkan untuk hal lain termasuk meningkatkan kualitas pertanian.

Anggota komisi VII dari Fraksi PKS DPR M. Idris Lutfi menambahkan, dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini, maka sudah sepantasnya harga energi secara bertahap dinaikkan. Selain BBM, elpiji (LPG) untuk industri juga sudah pantas untuk dinaikkan. Selain merubah besaran alokasi subsidi terutama untuk sektor pertanian, permasalahan subsidi juga terletak pada mekanisme pemberian. Seberapa besar pun subsidi yang diberikan, kalau mekanismenya tidak tepat tidak akan terserap dengan baik.          


Program partai tidak harus populis

Biasanya partai politik selalu menawarkan kebijakan populis, meskipun kebijakan tersebut tidak selalu tepat. Begitupun yang menyangkut subsidi, beberapa partai politik selalu mengumbar janji akan meningkatkan subsidi sehingga harga kebutuhan baik listrik, Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga pangan menurun.

Langkah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berniat mengurangi subsidi BBM dan meningkatkan subsidi pangan serta pertanian dinilai kebijakan yang anomali, dan tidak lazim keluar dari mulut sebuah partai politik.

Direktur INDEF Enny Sri Hartati menilai tawaran itu cukup berani. Meskipun demikian, menurutnya pemerintahan terpilih memang sudah seharusnya mulai mengurangi subsidi BBM, lalu mengalihkannya ke subsidi lain seperti pertanian dan pembangunan infrastruktur.

Enny mengakui, selama ini subsidi pangan memang terbilang kecil. Padahal salah satu pendorong inflasi adalah harga pangan. Tetapi pada kenyataannya Indonesia masih mengandalkan impor, karena kurang pasokan.

Akan tetapi, kebijakan tersebut tentunya harus dikomunikasikan dalam bahasa yang tepat. Calon pemilih harus mulai diedukasi untuk melihat sebuah kebijakan dari perspektif kebutuhan jangka panjang dan skala nasional.

Namun begitu Enny juga sedikit mengkritisi kebijakan PKS ini. Ia bilang program yang dirancang partai berlambang padi bulan sabit ini belum konkrit dan jelas, terutama bagaimana proses pengurangan subsidi tersebut. "Belum jelas, apakah metode subsidinya harus seperti sekarang, atau diubah menjadi subsidi langsung," ujarnya.

Sementara itu, pengamat politik Burhanudin Muhtadi bilang, kebijakan pangan biasanya memang isu yang selalu diangkat PKS. Hal itu tidak terlepas dari posisi PKS di Kabinet Indonesia Bersatu sebagai Menteri Pertanian. Jadi wajar, bila PKS memilih program mendorong subsidi pangan lebih besar.




Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×