Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Kualitas pendidikan di Indonesia termasuk yang terendah di Asia Tenggara. Oleh karena itu, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) akan meningkatkan pendidikan tanah air dari segi kualitas, keterjangkauan, dan kesejahteraan guru. Anggota Dewan Pakar Gerindra Endang S. Tohari memaparkan, Gerindra melalui program aksi di bidang pendidikan berupaya memperkuat karakter bangsa berkepribadian Pancasila, jujur, disiplin, toleransi terhadap suku, agama, dan ras melalui pendidikan.
Pertama, Gerindra akan memastikan anak-anak Indonesia mengenyam pendidikan hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) melalui wajib belajar 12 tahun. Memang mulai 2013 lalu, pemerintah mulai merintis program wajib belajar 12 tahun melalui program pendidikan menengah universal (PMU). Tapi program ini belum menyeluruh, dan sebagian daerah sudah dan belum menerapkan. Sejalan dengan itu, Gerindra ingin memastikan pendidikan gratis, bebas dari berbagai iuran. "Menghapus pajak buku pelajaran sehingga sekolah gratis," katanya.
Gerindra memandang pergantian buku pelajaran setiap tahunnya juga memberatkan sekolah. Padahal, baik isi maupun metode pembelajaran dalam setiap buku pelajaran sama, hanya berganti tampilan yang berbeda setiap tahun. Untuk itu, di kepemimpinan Gerindra nantinya tidak akan ada pergantian buku pelajaran.
Kedua, Gerindra menawarkan pendidikan jarak jauh melalui internet. Khususnya untuk daerah yang kekurangan tenaga pendidik, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Untuk mendukung program ini, Gerindra akan memastikan setiap sekolah dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang mendukung, di antaranya komputer. Mengingat masih banyak sekolah yang minim fasilitas dan sarana.
Ke depan, partai nomor urut keenam peserta pemilihan umum (pemilu) 2014 ini membuat terobosan dengan memperbanyak pendirian sekolah kejuruan seperti di bidang pertanian, kehutanan, dan maritim. Serta pendirian balai latihan kerja.
Tujuannya agar menghasilkan lebih banyak lulusan atau ahli di bidang tersebut. "Banyak hasil-hasil penelitian di bidang pertanian yang mubazir. Padahal, petani di luar sana banyak yang membutuhkan," lanjutnya.
Terakhir, Gerindra akan memberikan penghargaan sebesar-besarnya bagi para cendekiawan dan pelajar Indonesia di luar negeri agar mau mengabdi untuk bangsa dan negara. Wakil Ketua Umum Gerindra bidang Kesejahteraan Rakyat, Sumarjati Arjoso melihat program pendidikan Gerindra bukan sesuatu yang mustahil dilaksanakan. "Soal pendidikan ini memang harus diperhatikan secara seksama," ujarnya
Permasalahan lain yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia adalah masih adanya kesenjangan antara pendidikan di Jawa dan luar Jawa. Terutama menyangkut kompetensi tenaga pengajar. "Di Nusa Tenggara Barat ada guru tingkat Sekolah Menengah Atas yang pendidikannya hanya sarjana muda," katanya. Gerindra berpandangan dengan anggaran pendidikan yang besar yakni 20% dari APBN. Permasalahan seharusnya sudah terselesaikan. Nah,
Gerinda menjanjikan optimalisasi anggaran ini sepenuhnya mengatasi masalah pendidikan. Semoga bukan angin surga.
Perlu pembenahan di seluruh instansi Pengamat menilai, program Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik dari infrastruktur maupun tenaga pendidik cukup baik. Tak terkecuali terobosan sejumlah macam sekolah kejuruan. Psikolog politik dari Universitas Indonesia Hamdi Muluk memandang, lulusan pendidikan profesi atawa vokasi dan kejuruan sangat dibutuhkan untuk membangun bangsa. "Tetapi persoalannya apakah industri siap menerima," ujarnya. Fenomena yang sekarang terjadi, banyak lulusan kejuruan dan vokasi yang kurang dihargai oleh di dunia kerja. Sarjana lulusan dari Universitas lebih banyak diterima. Untuk itu, perlu juga memperhitungkan kesiapan dunia industri. "Harus ada sinergi antarpemangku kepentingan untuk menyalurkan tenagatenaga lulusan kejuruan ke dunia kerja," jelasnya. Memang, seharusnya, pemerintah merevisi aturan untuk mengakomodasi para lulusan dari kejuruan dan vokasi. Karena lulusan ini yang sebenarnya lebih terampil dalam dunia kerja. Sementara itu, lulusan universitas, khususnya sarjana lebih cenderung menjadi akademisi. Oleh karena itu, banyak sarjana yang memilih terus melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih atas lagi. Menurut pengamat politi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, partai politik pemenang pemilu semestinya melakukan pembenahan birokrasi. "Sekarang justru banyak perselingkuhan antara politik dengan birokrasi," ujarnya. Pendidikan hanya bagian kecil dari birokrasi di Indonesia. Fokus pembenahan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) saja tidak cukup. Karena itu, perlu pembenahan di kementerian dan lembaga lain yang menangani pendidikan. Sejauh ini, belum ada yang berhasil mengembalikan kejayaan pendidikan Indonesia, saat banyak pelajar luar negeri seperti Malaysia belajar di Tanah Air. |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News