kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

PKPI: Sekolah tidak boleh menjadi ladang bisnis


Sabtu, 08 Februari 2014 / 10:52 WIB
PKPI: Sekolah tidak boleh menjadi ladang bisnis
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi di Bank Jatim Thamrin City Jakarta, Jumat (20/7). /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/20/07/2018.


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Tri Adi

JAKARTA. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) berpendapat amandemen IV Undang-Undang Dasar 1945 yang menetapkan alokasi 20% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendidikan belum berdampak signifikan bagi perbaikan pendidikan di Indonesia. Sektor pendidikan di tanah air  juga masih jauh tertinggal dibanding negara tetangga.

Melihat kondisi itulah (PKPI) berjanji memaksimalkan penggunaan anggaran pendidikan 20% di APBN. PKPI janji mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan dari fasilitas sampai sumber daya pendidikan yang selama ini menjadi masalah utama di Indonesia.

Wakil Sekretaris Jenderal PKPI, Romulus Sihombing mengatakan, agar ada pemerataan, maka perlu jaminan anggaran pendidikan didistribusikan tepat sasaran. Baik untuk penunjang fasilitas pendidikan ataupun peningkatan kualitas tenaga pendidik. "Seharusnya dana tersebut langsung ditujukan kepada rakyat, jangan sampai hanya untuk kesejahteraan pejabat," janjinya.

Selain itu bujet pendidikan tidak hanya untuk sekolah negeri, tapi seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Sehingga, sekolah swasta lokal, madrasah juga harus mendapat jaminan hak yang sama.

PKPI juga melihat penerapan ujian nasional sebagai standar kelulusan harus dievaluasi. "Lebih baik dana menyelenggarakan ujian nasional digunakan untuk memperbaiki mutu pendidikan seperti kesejahteraan guru, infrastruktur, dan fasilitas pendidikan," ujar Anggota Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) PKPI, Daulat Sinuraya.

Apalagi, ujian nasional tidak menjamin pemerataan mutu pendidikan nasional. Setiap sekolah memiliki standar dan kualifikasi berbeda dalam menentukan kelulusan siswa.  Untuk itu, pemerintah pusat perlu menjaga mutu pendidikan dengan mengeluarkan kurikulum pendidikan yang wajib digunakan sekolah.

Lebih penting lagi, PKPI ingin pemerintah memastikan, bahwa sekolah bukan menjadi ajang bisnis semata. Sebab, jika sekolah menjadi alat bisnis, akan menyebabkan masyarakat kian sulit mendapat pendidikan. "Amerika Serikat banyak memberikan pendidikan gratis namun kualitas tetap terjaga. Sistem bantuan pendidikan dari masyarakat mampu serta subsidi silang bisa diterapkan," katanya.

Sementara agar program pendidikan berkelanjutan dengan standar jelas PKPI janji membuat kurikulum yang berkelanjutan. Tujuannya agar jika terjadi pergantian kepemimpinan, seperti menteri, kurikulumnya tidak diganti lagi. Oleh karena itu perlu adanya kekuatan data dari survei yang valid terhadap kualitas pendidikan di setiap daerah. Survei juga harus mendata peran serta keluarga dan orang tua termasuk pendidikan anaknya.

Ke depan pemerintah juga perlu mengalokasikan anggaran lebih besar untuk membangun infrastruktur pendidikan. Caranya dengan melakukan penghematan anggaran di seluruh instansi pemerintah, dan menggunakan hasil penghematan untuk anggaran pendidikan.

Seperti juga partai-partai lain, partai dengan nomor urut 15 ini juga menjanjikan sekolah atau pendidikan gratis di seluruh daerah mulai tingkat terbawah sampai perguruan tinggi. Namun janji manis ini tidak diikuti dengan penghitungan berapa kebutuhan anggaran pastinya.        



Tujuan sudah ada, tinggal realisasi saja

Pengamat Pendidikan Arif Rahman Hakim mengatakan, untuk bisa mencapai tujuan pendidikan nasional, partai politik harus bisa menggandeng pihak terkait di sektor pendidikan. Partai diharapkan tidak membuat daftar prioritas pembangunan pendidikan sendiri-sendiri, yang melenceng dari tujuan utama.

Menurut Arif, Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional sudah jelas menetapkan tujuan pendidikan nasional. "Tinggal merealisasikannya saja," katanya, Senin (3/2).  Tujuan pendidikan sesuai UU itu adalah menjamin negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menegakkan kekuatan spiritual, intelektual, dan sosial.

Perubahan kurikulum dalam periode waktu tertentu tidak masalah untuk dilakukan. Asalkan perubahan tersebut tujuannya sesuai UU.

Mengenai anggaran, menurut Arif, agar bisa maksimal maka perlu partisipasi masyarakat lebih besar termasuk dalam menentukan prioritas distribusi anggaran.

Sementara itu Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan, untuk mewujudkan pemerataan kualitas pendidikan setiap partai tidak bisa bekerja sendiri. "Perlu ada komunikasi dengan partai lain, sinkronisasi dengan kebijakan otonomi daerah," katanya.

Fokus pembangunan pendidikan juga harus menyeluruh baik di perkotaan maupun perdesaan. Dengan adanya otonomi daerah, maka program pendidikan juga harus melibatkan langsung pihak daerah.

Selain itu visi dan misi partai juga harus disesuaikan dengan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) serta program pelayanan publik di daerah. Apalagi saat ini sudah ada UU mengenai desa.  Dengan adanya UU Desa anggaran khusus untuk desa perlu disertai pemahaman prioritas anggaran. Di sinilah letak peran partai politik untuk memberikan pencerdasan kepada pengurus desa agar fokus ke pendidikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×